Translate

Tampilkan postingan dengan label OPINI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label OPINI. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 April 2022

Gereja Harus Ada Praktek Berupa Penyadaran Dan Perlawanan Untuk Membebaskan Manusia Dari Kemiskinan Yang struktural.


Ilustrasi : Manusia Yang Sedang Diperbudak


Oleh : Nuelft24

Saya terkadang berpikir kembali akan prakteknya gereja saat ini dengan Prakteknya Tuhan kita Yesus Kristus.

Saat ini 21 Tahun saya hidup, saya tidak pernah mendengar khotbah seorang Romo dan pendeta untuk peduli terhadap mereka yang dimiskinkan dan disingkirkan. Pengalamanku membuktikan bahwa, setiap kali saya ke gereja, saya akan terus diajarkan bagaimana itu mementingkan diri saya sendiri. Bahkan, setiap kali saya doa pun hanya untuk kepentingan diri sendiri bukan untuk kepentingan orang yang miskin, ngamen di pinggiran Jakarta, Jawa tengah, Jawa barat dan setiap daerah di Indonesia. 


Sejarah membuktikan bahwa, sangat jelas prakteknya Tuhan Yesus  adalah bukan hanya mewartakan tentang kerajaan surga dan neraka namun membebaskan mereka yang dimiskinkan karena sistem pajak juga merupakan prakteknya Tuhan Yesus. 


Sejarah juga tercatat bahwa, bangsa Yahudi ketika itu berada pada kondisi masyarakat yang sangat amat miskin. Meski masyarakatmya miskin, tapi Caesar Agust akan terus-menerus menagih pajak kepada mereka. 

Kondisi ini akan menyebabkan kondisi kemiskinan yang terstruktur yang diakibatkan oleh sistem ekonomi Politik yang terus dikendalikan oleh oligarki dan tidak memanusiakan manusia atau dengan kata lain sistem ekonomi yang korupt sehingga berdampak pada kesenjang sosial di bangsa Yahudi itu sendiri.


Menurut Bruce W Longenecker seorang profesor Agama di Universitas Baylor yang merupakan seorang spesialis dalam studi tentang kemiskinan pada jaman Yunani-Romawi mengatakan, kehidupan pada zaman Yesus itu brutal. Sekitar 90 persen penduduk hidup miskin. Sebuah bencana kelaparan atau panen yang buruk dapat menghancurkan sebuah keluarga. Tidak ada kelas menengah.


Untuk membebaskan mereka yang miskin dan terpinggirkan, Tuhan kita Yesus tidak  mengajarkan kita untuk sekedar doa terus menerus di dalam gereja. Fakta Alkitab membuktikan bahwa, untuk membebaskan umat Tuhan Yesus bukan hanya sekedar Doa terus menerus namun, Tuhan Yesus langsung terjun praktek. Mulai dari Galilea hingga ke Yudea adalah prakteknya Tuhan untuk membuat umat manusia sadar akan kemiskin dan tertindasan. 

Alkitab (Yakobus 2:17) menjelaskan bahwa, Jika iman tidak disertai perbuatan maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. 

Ora et Labora, mengajarkan kita untuk bukan hanya sekedar doa saja, namun praktek itu lebih penting. Tuhan Yesus pun begitu,  80 % yang Tuhan Yesus  lakukan yaitu dengan jalan kaki dari Yudea ke Galilea untuk mewartakan kebenaran dan menyelamatkan kondisi kemiskinan adalah tentang praktek sedangkan 20% adalah berdoa. Kritik Tuhan Yesus kepada otoritas Negara adalah karena sistem ekonomi politik yang tidak memanusiakan manusia. Orang-orang miskin akan ditagih pajaknya secara paksa. Dalam Alkitab (mat 22:21) menjelaskan bahwa, “Kalau begitu, berikanlah kembali kepada Cesar apa yang wajib Caesar miliki. Dan berikanlah kembali kepada Allah apa yang wajib Allah miliki.” ayat diatas ini adalah kritik Tuhan Yesus terhadap otoritas kerajaan Romawi yang sangatlah korupt.  


Selain Caesar Agust, Tuhan Yesus memberikan penyadaran kepada pemungut cukai. Dalam ( Matius 9:9) Yesus melihat Matius, yang juga disebut Lewi, sedang duduk di kantor pajak. Yesus memberikan undangan yang istimewa ini: ”Jadilah pengikutku.”​ hal ini menunjukkan bahwa, prakteknya Tuhan untuk memberikan penyadaran kepada mereka yang  belum paham, memberikan penyadaran bahwa memungut pajak akan menyengsarakan orang, maka kata Yesus kepad Matius, "jadilah Pengikutku". Tuhan Yesus datang bukan hanya untuk menyelamatkan mereka yang beriman, namun kepada mereka yang berdosa karena memungut pajak. 

Prakteknya Tuhan adalah memberikan penyadaran kepada pemungut pajak agar pemungut pajak paham makna dari kesetaraan dan kasih terhadap mereka yang miskin. 


Ketika melihat Yesus makan dengan orang seperti itu, orang-orang Farisi ( orang yang sok suci)  bertanya kepada murid-murid Yesus, ”Kenapa guru kalian makan bersama pemungut pajak dan orang berdosa?” (Matius 9:11) Mendengar itu, Yesus menjawab, ”Orang sehat tidak butuh tabib, tapi orang sakit butuh. Jadi pergilah, cari tahu arti kata-kata ini: ’Aku senang dengan belas kasihan, bukan korban.’ Saya datang bukan untuk memanggil orang benar, tapi orang berdosa.” 


Bukan hanya kritik terhadap otoritas Negara, kritik Orang Farisi, dan kritik pemungut cukai, tapi ada juga kritik Tuhan Yesus kepada orang- orang kaya. Dalam (Matius 19 : 21), Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Ayat ini menjelaskan tentang kasih, kasih untuk mereka yang miskin terstruktur dan tertindas.  


Gereja saat ini musti memberikan penyadaran pada orang yang belum tau kondisi kemiskinan saat ini, gereja saat ini musti mengkritik pemerintah karena sistem ekonomi politik yang tidak lagi berbasiskan pada Demokrasi Pancasila namun berbasis pada sistem ekonomi politik akumulasi modal ( kapital) yang berujung pada kesenjang sosial. Lebih baiknya lagi gereja harus mengajak masyarakat untuk membuat masyarakat sadar dan dan langsung praktek  berupa kritik kepada otoritas karena sistem ekonomi yang tidak stabil ini. 


Berdasarkan data BPS 2018, provinsi miskin tertinggi ada di provinsi Papua. 

Bukan hanya kemiskinan, angka kematian balita dan kematian ibu hamil tinggi dibandingkan angka kematian lansia.


Para founding Father seperti Soekarno, Hatta, Yamin  sudah berdebat dan memilih konstitusi yang baik dan sistem ekonomi yang berbasis pada Demokrasi Pancasila yang baik. 

Namun sayangnya, Konstitusi dan sistem ekonomi demokrasi Pancasila ini tidak berfungsi bagi bangsa Papua. Hal ini dibuktikan berdasarkan sejarah bangsa Papua. Suatu bangsa yang telah merdeka dirampok hanya karena kepentingan untuk mengakumulasi modal segelintir orang dengan slogan kesejahteraan. Hal ini dibuktikan dengan masuknya PT. Freeport ke Irian Barat tahun 1967 dimana irian barat pada saat itu belum sah atau sementara saja berada dalam negara Indonesia karena PEPERA sendiri belum dilakukan. Disini, Indonesia berani beraninya mengatasnamakan irian barat dan mengizinkan PT Freeport masuk ke Irian Barat. 


Sudah sejak lama Papua memang dianggap primitif, kampungan, bangsa bodok. Alimurtopo seorang jenderal juga pernah berkata rasis kepada bangsa Irian Barat dengan berkata, "jika kalian ingin merdeka minta kepada Amerika supaya disediakan tempat dibulan, kami hanya ingin kekayaan alam bukan manusianya".


Dengan mengizinkan PT Freeport ini, sudah pasti Amerika dengan ideologi liberal akan melanggengkan ekonomi kapitalisme di sebagian besar dunia termasuk Indonesia di tahun 1965. 


Menurut Marx ideologi kapitalisme akan membawa suatu masyarakat pada kesenjangan sosial. Yang kapitalisme tau adalah hanya mengakumulasi modal dengan cara eksploitasi dan akan berujung pada kondisi masyarakat yang semakin miskin, kondisi lingkungan yang rusak dan berbagai kondisi buruk lainnya. 


Hingga saat ini sistem ekonomi Indonesia masih tetap sama yaitu sistem ekonomi yang berbasis akumulasi ( kapitalisme) bukan lagi sistem ekonomi demokrasi Pancasila. 


Sistem ekonomi ini akan membawa suatu daerah yang kaya pada kehancuran. Bukan hanya manusia saja yang semakin miskin dan terpinggirkan bahkan alam pun akan berujung pada ekosida. Bahkan sistem ekonomi ini juga akan membuat manusia di usir dan berujung pada genocida.  


Penutup 

Berjuang untuk pembebasan Papua adalah perjuangan paling suci. Karena berjuang untuk mereka yang miskin dan tertindas karena sistem ekonomi yang tidak stabil adalah sama seperti prakteknya Tuhan Kita Yesus Kristus. 

Bukan hanya sekedar doa setiap hari di gereja tetapi ini tentang praktek, karena kitab perjanjian baru menunjukan 80 % yang dilakukan Tuhan pun tentang praktek berupa penyadaran dan kritik.

Masalah Pendidikan dan Punahnya Orang Asli Papua

Foto : Anak Papua Di ajarkan Oleh TNI bukan Guru



Oleh = Nuelft 24

Pengetahuan, keterampilan, serta kebiasaan yang dilakukan suatu individu dari suatu generasi ke generasi lainnya. Dan proses pembelajaran ini melalui pengajaran, pelatihan dan penelitian. Pendidikan adalah alat pembebas bagi setiap manusia, wajib untuk menerima pendidikan yang layak untuk di terima. 


Saat ini, pendidikan di papua secara umum masih minim, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Setiap metode yang di ajarkan tidak sesuai kurikulum yang sedang berjalan, bukan hanya itu saja tetapi juga kekurang tenaga guru atau dosen di papua, bahkan guru atau dosen yang adapun jarang aktif di sekolah atau kampus itu yang mengakibatkan para siswa / mahasiswa tidak lagi mau belajar mandiri hingga budaya kemalasan itu terlahir. 


Pelosok pegunungan hingga pulau pulau di pesisir papua sampai saat ini belum menerima pendidikan yang layak bangunan sekoalah yang ada pun, masih pakai papan dan belum ada guru yang mau mengajar disetiap pelosok pelosok papua.


Dalam menangani masalah pendidikan di tanah papua, pemerintah daerah selalu saja tidak fokus atau tidak melihat dengan baik, banyak guru guru honorer namun tunggakan gaji mereka saja, kadang di bayar kadang tidak dibayar, karena hal itu yang mengakibatkan tenaga kerja guru honorer harus berhenti bekerja, dan juga pemerintah daerah belum ada ketegasan terhadap dinas terkait yang bersangkutan, atau mungkin kepala daerah saja yang tidak fokus terhadap pendidikan di tanah papua.

Kurangnya prihatin dari orang tua pun, salah satu faktor kegagalan dalam mendidik anak. mengakibatkan anak anak tersebut merasa bebas, lalu berpergian kemana saja karena tanpa pengawas yang begitu keras. dalam mendidik anak anaknya, seharusnya sebagai orang tua harus mendampingi/merawat anaknya, setiap tidur dan bangun mereka bahkan harus pastikan setiap kali berpergian ke sekolah.


Bahkan di kota, sekolah yang bagus bagus masih saja diskriminasi pendidikan terhadap orang asli papua, bagaimana anak papua mau belajar. Contoh kecil saja saat penerimaan siswa itu saja masih pilih pilih sebenarnya adanya sekolah di tanah papua itu untuk siapa? pendatang atau orang asli papua. Kalau seperti begini terus tanpa sadar orang papua dibodohi.


Otonomi khusus tidak menjamain pendidikan di tanah papua, di sekolah sekolah bahakan perguruan tinggi pun orang asli papua masih bayar uang SPP per semester atau perbulan, padahal papua punya PT. Freeport dan otsus namun semua itu tidak terasa pada masyarakat dan seluruh pendidikan di tanah papua.


Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2019, jumlah partisipasi pendidikan SMP 57,19%, SMA 44,32% padahal untuk rata-rata nasional adalah 93.75%. hal ini membuktikan bahwa provinsi Papua berada pada posisi terendah yaitu posisi 33 dari 33 provinsi di Indonesia.


Dilain sisi, menurut UNICEF Jakarta tahun 2019, angka kematian ibu tertinggi di Indonesia adalah Papua yakni mencapi 305 per 1000 kelahiran. Yang berarti hampir 30% dari 1000 ibu Papua meninggal dunia. 


Begitu pun juga dengan data dari Badan pusat statistik Indonesia 2018, jumlah penduduk migran dari tahun 1980 meningkat hingga tahun 2015 yaitu dengan jumlah 542.267 jiwa orang luar. 

Jumlah keseluruhan masyarakat di Papua (OAP dan NON OAP) adalah sebanyak 4,1 juta penduduk. Maka untuk orang asli Papua bisa dilihat dengan Jumlah migran sebanyak 542.267 jiwa dikurangi 4,1 juta jiwa keseluruhan (OAP dan NON OAP) sehingga total OAP saat ini adalah sebanyak 3.557.733 juta orang Papua saja. 


Jika angka Natalitas (lahir) rendah, angka mortalitas (kematian) tinggi maka akan terjadi minimizing zero growth atau orang asli Papua akan segera Punah.


Kesimpulan : otonomi khusus hanyalah nasionalis politik Jakarta terhadap papua / sebagai gula gula manis untuk pejabat pejabat papua. 70 tahun papua bersama indonesia, hanya kepentingan Jakarta demi exploitasi sumber daya alam, tanpa memikirkan pendidikan ditanah papua. 

Berikan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa papua dengan ideologi Masyarakat tanpa kelas (sosialisme) sebagai solusi yang demokratis.

Jumat, 11 Maret 2022

PERAN MAHASISWA PAPUA

Foto : Mahasiswa Uncen Menolak Pemekaran Provinsi

Oleh : Varra Iyaba

Peran mahasiswa dalam masyarakat dikenal sebagai agent of change (agen perubahan) atau Pelopor aspiratif Rakyat. Mahasiswa merupakan penggerak perubahan ke arah yang lebih baik & Progresif. Melalui pengetahuan, ide, gagasan, dan keterampilan yang dimilikinya, mahasiswa bisa menjadi lokomotif kemajuan. 

Tugas atau ( Tri Darma Mahasiswa) Penelitian, Pengembangan dan, Pengabdian kepada Masyarakat. 


Namun dinamika kini, mahasiswa Papua menjadi pasif atas situasi penindasan objektif di Tanah Air. Mahasiswa menjadi apatis serta pasif atas situasi faktual agresif kolonialisme terhadap rakyat papua. Mahasiswa papua kehilangan identitas dengan situasi eofuria kolonialisme yang ia ciptakan untuk menghancurkan Rakyat yang tertindas.  


Mahasiswa sesungguhnya objek pandang Rakyat dan oligarki yang masih dalam kontradiksi pandangan tentang kehidupan. Tanggun jawab Mahasiswa Netralisir situasi objektif didalam Gempuran politik Rakyat dan politik elit politikus berdasi basi, berwatak oportunis & nepotisme. 

Sayangnya, Idealisme Mahasiswa di manfaatkan oleh kepentingan elit politikus dengan cenderung memuluskan hasil produknya. Tenagaproduktifnya di eksploitasi oleh kolonialisme dengan tawaran jabatan, uang, dan harta benda lainya.  


Disini ada 3 tipe mahasiswa yaitu;

1. Mahasiswa Pasif

2. Mahasiswa Nasionalis 

3. Mahasiswa Pro Rakyat atau Pelopor aspiratif Rakyat Papua.


1. Mahasiswa Pasif?

Mahasiswa pasif adalah mahasiswa yang menerima situasi objektif dengan lapak dada yang tulus atas insiden yang terjadi di depan matanya. Mahasiswa pasif sesungguhnya mahasiswa jinakan orang tua dan negara, pada akhirnya sifat apatisme dan tidak peduli dengan situasi rill menejermakan di depan publik. 

Dalam situasi krusial pun mahasiswa pasif tidak akan pernah berpikir baik, tetapi dia menerima saja apa yang terjadi tanpa memikirkan apa tugas dan tanggun jawabnya. Mahasiswa apatis ini akan selalu berpikir buruk tentang situasi eofuria atas rel yang sudah disiapkan oleh sih penghisap, pemeras yaitu Kapitalisme monopoli.


2. Mahasiswa Nasionalis?

Mahasiswa Nasionalis adalah mahasiswa berwatak nepotisme & oportunisme dengan situasi objektif di papua. Mahasiswa nasionalis itu, Situasi krusial akan ai menyikapi namun dengan indikasi tertentu yang menyebabkan dia untuk merespon, karena nasionalismenya akan dia politisir insiden yang terjadi. 

Kadang kalah mahasiswa nasionalis menjadikan isu Rakyat tempat dimana ia mencari popularitas dirinya untuk masa depan jabatan & harta. 


Mahasiswa Nasionalis itu masa persiapan kolonialisme untuk memperluasan basis penguasaannya, dan tenaga produktifnya untuk memuluskan sistim administrasi kolonialisme itu sendiri. Mahasiswa Nasionalis sesungguhnya kader_kader Negara kolonialisme untuk menjaga stabilitas negara itu sendiri.

Eksistensi mahasiswa paham nasionalis menyebabkan Gempuran politik Rakyat papua tentang Pembebasan Nasional Bangsa Papua Barat. Dan mempertahankan kolonialisme untuk melangenkan kepentingan imperialisme membuka Ladang eksploitasi sumber Daya Alam (SDA), di Papua.


3. Mahasiswa Pelopor Aspiratif Rakyat.

Mahasiswa pelopor adalah mahasiswa menjadi agen sosial politik untuk memperjuangkan kelu kesah dari pada Rakyat itu sendiri. Mahasiswa pelopor adalah masa persiapan pejuang Revolusioner bangsa dalam organisasi Pembebasan Nasional Papua Barat. Mahasiswa pelopor akan selalu sterilkan kebenaran atas kebijakan oligarki dengan penuh kecenderungan kepentingan Ekonomi politik imperialisme.  

Ketika Mahasiswa Pelopor selesai di bangku kuliah, yang pastinya ia akan terorganisir didalam organisasi pelopor bangsa karena dia tahu bahwa saya benih organisasi.


Peran Mahasiswa sanggatlah penting dalam pengabdian kepada Masyarakat, atas dasar kelu kesahnya masyarakat itu sendiri. Situasi di papua mahasiswa bagian terpenting mengambil peran atas realitas penindasan karena tanpa mahasiswa tidak ada harapan hidup bagi Rakyat yang awam. Ibaratnya mahasiswa ibu kandung bay yang harus di beri perhatian penuh, jika tidak di beri perhatian, harapan hidup anaknya akan hancur seiring waktu berjalan. Maka dengan itu Mahasiswa bagian terpenting menjadi objek pandangan untuk setiap dinamika sosial politik yang sedang merajalela.

Kamis, 14 Oktober 2021

PEREMPUAN REVOLUSIONER TENTARA KUBA

Foto: Perempuan Kuba


Oleh : Hanta Victoria
Sejak tahun 1959, perempuan Kuba menjadi bagian dari garda depan yang telah melakukan proses transformasi sosial Revolusi. Bukan kebetulan bahwa perempuan merupakan 70% dari kekuatan teknis pulau itu. Kuba banyak berhubungan dengan kemenangan revolusioner, pertama-tama berperang melawan kediktatoran berdarah Fulgenzio Batista dari bawah tanah dan kemudian di Sierra Maestra. Wanita berlambang seperti Celia Sánchez, Aydeé Santamaria, Vilma Espín, Melba Hernández.

Saat ini tidak ada sektor tanpa perempuan Kuba, termasuk tentara, di mana mereka telah mencapai 20% di antara para perwira; mayoritas memasuki sekolah militer yang sangat muda di tingkat pra-universitas yang terintegrasi dengan sistem pendidikan nasional. Murid-murid di Kuba ini disebut "Camilitos" karena sekolah ini didedikasikan untuk Komandan Camilo Cienfuegos, yang meninggal dalam kecelakaan pesawat pada awal Revolusi. Konstitusi Republik Kuba mengabadikan hak ini yang telah diperoleh selama 45 tahun dan memungkinkan perempuan mengakses, sesuai dengan kemampuan dan kemampuan mereka, dalam semua peran dan pekerjaan Negara, seperti dalam semua hierarki FAR (Angkatan Bersenjata Revolusioner) keamanan dan ketertiban internal.

Selain itu, langkah-langkah khusus telah diambil untuk menjamin hak perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pertahanan, sebagai tentara profesional, untuk jangka waktu dua tahun, atau di Milisi Pasukan Teritorial (MTT) atau Brigade Produksi dan Pertahanan. Di MTT, organisasi bersenjata yang menanggapi doktrin perang seluruh rakyat, pekerja, ibu rumah tangga, intelektual dan mahasiswa berjumlah sekitar 50%. Wanita dengan pangkat militer tertinggi di FAR adalah Brigadir Jenderal Delsa Puebla, yang akrab disapa Tetè Puebla, wakil Majelis Nasional dan anggota Asosiasi Pejuang Revolusi.

Kehadiran perempuan tidak kurang bahkan dalam misi internasionalis yang tak terhitung jumlahnya, bahkan dalam misi militer, yang berkontribusi pada tujuan pembebasan orang-orang di dunia dan khususnya di Afrika. Aracely Careaga adalah contohnya: 30 tahun yang lalu dia memimpin sebuah perusahaan wanita yang dikirim oleh Pemerintah Revolusioner ke Angola. Pada akhir tahun '75 Aracely dipilih oleh Federasi Wanita Kuba bersama dengan 134 rekan lainnya untuk pergi ke Afrika dan berperang melawan pasukan rasis Afrika Selatan. Dia kemudian menjadi anggota Sekretaris Nasional organisasi perempuan dan itu merupakan tantangan, kehormatan dan komitmen.

Selama 30 hari mereka berlatih dengan kerasnya tentara sungguhan di sekolah “Interarma Antonio Maceo”. Mereka dilatih dalam infanteri, penembakan tempur, pelatihan untuk situasi perang, survei dan kesehatan militer. Kemudian datanglah keberangkatan. Tersebar di seluruh geografi Angola, mereka melipatgandakan hasil kerja mereka dengan menjalankan banyak misi. Ketika perjanjian damai ditandatangani dengan Afrika Selatan pada Maret 1976, para eksekutif FMC beralih ke konsultan untuk Organisasi Wanita Angola, OMA.

Antara tahun 1982 dan 1984 Aracely pergi ke Angola pada kesempatan lain: sekali untuk bekerja mengorganisir kongres pertama OMA, atas permintaan wanita Angola, dan kemudian untuk melaksanakan misi sipil di kedutaan Kuba.

"Saya belajar banyak dari wanita Afrika dari semangat juang mereka, tetapi saya juga belajar dari teman-teman saya yang telah menunjukkan diri mereka untuk disiplin, berani dan sensitif. Pada tahun 1991, ketika pasukan mundur untuk selamanya, mereka mengundang saya lagi ”.

Para sahabat Angola menganggapnya sebagai bagian dari kelompok mereka. Mengingat tahap itu, Aracely menekankan bahwa hak istimewa terbesar adalah mewakili ribuan orang Kuba yang bersedia menjalankan misi apa pun yang ditugaskan kepada mereka di Afrika.




Rabu, 04 Agustus 2021

" Demokrasi bagi Bangsa West Papua Di Injak Mati "


Ilustrasi: Bangsa Papua Dibungkam


Oleh : Angel Dwijayantara

Pemerintahan dan Kepolisian Indonesia semakin bersikap arogansi, Rasis, diskriminasi dan reaksioner terhadap Bangsa West Papua. Tindakan ini tidak hanya terjadi diwilayah West Papua, namun, hal itu juga dialami oleh mahasiswa Papua yang melanjutkan pendidikan tinggi di wilayah Indonesia yang katanya sebagai suatu negara yang demokratis.

Praktek demokrasi oleh Pemerintahan (Fasis Borjuis-kapitalis) Indonesia sangatlah bertentangan dengan konstitusi yang pernah mereka sahkan sendiri, agar menjamin pemenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia atas semua orang, terkhususnya bagi Bangsa West Papua yang ada di Indonesia maupun di wilayah West Papua.

Hal itu dibuktikan dengan tindakan pembatasan bagi LBH bali dalam memberikan bantuan hukum terhadap mahasiswa papua. Tidak hanya sampai disitu, beberapa minggu lalu, seorang tunawicara mendapatkan kekerasan yang berlebihan dan dinjak kepalanya oleh 2 Anggota PM (polisi militer), kemarin seorang warga ditembak kepalanya oleh Kepolisian Nimboran hingga kritis.

Tindakan fasisme, rasisme, rasialisme, pembunuhan dan berbagai pelanggaran HAM lainnya terhadap Bangsa West Papua akan semakin meningkat semenjak Wilayah West Papua Dianekasasi ke dalam kekuasaan Indonesia. Sampai dengan sekarang tak satupun pelanggaran HAM itu terselesaikan dan para pelakunya masih saja berkeliaran, bahkan menjabat sebagai petinggi negara dan militer Indonesia.

Tindakan dari Pemerintah dan Militer Indonesia telah menghancurkan demokrasi lewat berbagai macam pelanggaran HAM yang telah dilakukannya selama ini terhadap Bangsa West Papua. Akan tetapi, dibawah kepemimpinan Fasis Borjuis-kapitalis Nasional Indonesia, telah menghancurkan kebebasan sipil dan politik yang menjadi salah satu bentuk dari Hak Asasi Manusia.

Kebebasan sipil dan politik ini adalah suatu yang melekat dalam diri manusia sejak lahir dan harus penuhi bahkan dilindungi oleh pemerintah negara tanpa diskriminasi. Karena, semua orang memiliki kebebasan untuk hidup, mendapatkan (rasa aman) perlindungan dari kekerasan, intimidasi dan amcaman pembunuhan. Semua orang memiliki kebebasan untuk berpikir, berekspresi, beraspirasi, berserikat, berkumpul, dll.

Apa yang membuat kekebasan sipil dan politik Bangsa West Papua dikekang oleh Pemerintah dan Militer Indonesia?

Yang membuat demokrasi ditanah West Papua sangat sempit, bahkan tidak ada sama sekali bagi rakyat miskin dan masyarakat adat, tentu dikarenankan adanya dominasi praktek kebebasan ekonomi yang difasilitasi oleh Pemerintah dan Militer Indonesia. Contoh kecilnya, adalah banyaknya yang memiliki saham dalam PT. Freeport, sehingga menimbulkan banyak anak-anak dan cabang dari PT. Freeport yang bertujuan untuk merampas sumber daya alam di wilayah West Papua. Sehingga, bagi siapapun yang mengganggu laju dari penumpukan modal atas operasi PT. Freeport, akan disingkirkan tanpa belas kasihan. Tidak mengherankan ketika Pemerintah dan Militer Indonesia menangkap bahkan membunuh para Aktivis Papua secara besar-besaran dan melabeli mereka sebagai Saparatis hingga Teroris. Termasuk, ketika Bangsa West Papua yang membangun gerakan dalam menuntut "Hak Menentukan Nasib Sendiri", Penuntasan Pelanggaran HAM, membuka ruang akses bagi jurnalis, Penarikan Militer, Pembebasan Tapol, dll terhadap Pemerintah Indonesia. Tuntutan tersebut berawal, ketika terjadi invansi militer pertama oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1961, yang bertujuan untuk menduduki wilayah West Papua (dulu Irian Barat), sehingga muncul New York Agreement pada 1962 oleh Indonesia, As dan belanda tanpa ada keterlibatan Bangsa West Papua, lalu Rome Agreement sebagai penyerahan masalah West Papua kepada PBB, Penganeksasian wilayah West Papua oleh Indonesia pada 1 Mei 1963, penandatangan kontrak pertama untuk operasi Freeport antara Indonesia dan AS 1967 dan Pepera 1969 yang tidak Demokratis.

Jiika, ketika Pemerintah Indonesia membiarkan pelaksanaan Referendum oleh Rakyat West Papua, dan menarik semua Militer organik maupun non-organiknya dari seluruh wilayah West Papua, sudah tentu akan merugikan bahkan mengganggu segala penumpukan (kapital) modal dari pihak Kapitalis dari negara-negara Imperialis dan Borjuis Nasional Indonesia yang diambil dari hasil jual beli Emas milik Bangsa West Papua. Apa lagi, Pemerintah Indonesia sudah menghabiskan banyak anggaran yang sangat besar untuk memperkuat internal Militer, demi menjaga keberlangsungan Operasi PT. Freeport, Perkebunan dan perusahaan-perusahaan milik investor asing. Walaupun, anggaran itu diberikan oleh Selandia Baru, Amerika Serikat, China dan negara-negara kapitalis dunia lainnya.

Akan tetapi, tidak bisa kita pisahkan semua peristiwa yang dialami oleh Bangsa West Papua hingga sampai dengan saat ini hanya sebatas masalah ekonomi dan politik, namun juga merupakan "Masalah Kebangsaan." Dimama, penindasan nasion (Indonesia) yang besar dan berkuasa, menindas/menjajah nasion (West Papua) yang kecil. Jika tidak, maka akan sulit untuk menemukan solusi alternatifnya.

Suatu negara yang menganut demokrasi, tentu akan menjamin Hak Asasi Manusia bagi semua orang tanpa terkecuali. Namun, Negara Indonesia dibawah kepemimpinan Fasis Borjuis-kapitalis nasional yang di usung oleh Partai Politik Borjuis sangat jelas seperti apa bentuk demokrasinya. Sangat jelas, bahwa demokrasinya adalah "Demokrasi Liberal" yang dijalankan untuk mengsukseskan program Neo-liberalisme lewat legitimasi Kekuasaan Parlementaris, Penegak Hukum dan Partai Politik Borjuis.

Apa yang harus dilakukan?

Bagi kawan-kawan yang Pro-demokrasi dan kaum revolusioner pasti mengetahuinya. Kecuali para kaum oportunis, konservatif, reaksioner dan kaum-kaum nasionalisme (chauvisnis) yang sering menghianati Perjuangan Pembebasan Nasinal untuk Bangsa tertindas, dengan mengikuti logika Pemerintah dan Militer. Tentu yang harus kita lakukan adalah "Merebut Demokrasi." Mengapa? Karena, hanya dengan cara itu kita bisa terus menyuarakan solidaritas untuk Perjuangan Bangsa West Papua.

Yang perlu kita lakukan, adalah mencari tahu kebenaran dari sejarah perjuangan Bangsa West Papua. Kemudian, dengan terus mempropagandakan (situasi demokrasi, ekonomi, budaya, politik dan sosial yang diberangus oleh Pemerintah-Militer Indonesia) semua hal-hal yang dialami oleh Rakyat West Papua sampai saat ini. Tidak hanya lewat media sosial, tetapi juga dalam setiap perkumpulan seremonial, diskusi-diskusi publik, kesemua organisasi pro-demokrasi sekawan, ruang akademisi, peguyuban-peguyuban dan setiap konsolidasi bahkan ketika aksi-aksi. Tujuannya untuk menggalang solidaritas yang lebih luas, terorganisir, dan terideologis. Sekaligus, meluruskan sejarah yang telah disembunyikan oleh Rezim Fasis Borjuis selama ini. Tapi, tugas itu tak cukup dilakukan oleh satu orang, melaikan butuh keberanian secara koleltif antara Rakyat Miskin Indonesia dan Bangsa West Papua.

Saat ini, situasi gerakan di Indonesia maupun di wilayah West Papua masih kekurangan "Pelopor dan Persatuan dalam Gerakan" yang melawan penindasan. Maka tugas mendesak kita saat ini, adalah menciptakan pelopor dan kader-kader yang akan membangun gerakan secara tersistematis dan terorganisir. Bukan gerakan yang reaksioner (spontanitas) dan postmodern. Jika tidak, maka masalah yang dialami oleh Bangsa West Papua maupun Rakyat Miskin Indonesia tidak akan pernah terselesaikan. Tanpa ada persatuan dalam gerakan dengan memperluas solidaritas, jangan harap ada Pembebasan Nasional.

#solidaritastanpabatas
#salampembebasannasional
#bangsawestpapuabutuhsolidaritas

Jumat, 30 Juli 2021

𝗣𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴𝗻𝘆𝗮 𝗣𝗲𝗻𝗱𝗶𝗱𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗥𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶𝗼𝗻𝗲𝗿 𝗞𝗶𝗿𝗶 𝗣𝗮𝗽𝘂𝗮

REVOLUSIONER KIRI PAPUA


Foto: Orang Papua 


Oleh : Kiri Papua 

𝗠𝗲𝗻𝗴𝗮𝗽𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗱𝗶𝗱𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗥𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝗶𝗼𝗻𝗲𝗿 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶 𝗱𝗲𝗺𝗼𝗸𝗿𝗮𝘁𝗶𝗸 𝗣𝗲𝗺𝗯𝗲𝗯𝗮𝘀𝗮𝗻 𝗡𝗮𝘀𝗶𝗼𝗻𝗮𝗹 𝗣𝗮𝗽𝘂𝗮 𝘀𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴 ?

𝗣𝗲𝗻𝗱𝗶𝗱𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗥𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶𝗼𝗻𝗲𝗿 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗲𝗻𝗮𝗶 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶 𝘀𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴 𝗸𝗮𝗿𝗲𝗻𝗮 𝗶𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗷𝗮𝗿𝗸𝗮𝗻 𝗮𝗻𝗮𝗹𝗶𝘀𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗲𝗻𝗮𝗿 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗲𝗻𝗮𝗶 𝗸𝗼𝗻𝗱𝗶𝘀𝗶 𝗺𝗮𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝗸𝗮𝘁 𝗣𝗮𝗽𝘂𝗮 𝗮𝗸𝗮𝗿‑𝗮𝗸𝗮𝗿 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗺𝗮𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗿𝗮𝗸𝘆𝗮𝘁 𝗱𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗺𝗲𝗰𝗮𝗵𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮. 𝗗𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗹𝗲𝗷𝗮𝗿𝗶 𝗠𝗮𝗿𝘅𝗶𝗺𝗲 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗺𝗲𝗻𝘆𝗮𝗹𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗮𝗽𝗶 𝗲𝗺𝗼𝘀𝗶 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶𝗼𝗻𝗲𝗿 𝗺𝗲𝗹𝗮𝘄𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗻𝗶𝗻𝗱𝗮𝘀𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗵𝗶𝘀𝗮𝗽𝗮𝗻; 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝗸𝘂𝗮𝘁 𝗸𝗲𝘀𝗮𝘁𝘂𝗮𝗻 𝗽𝗶𝗸𝗶𝗿𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝘁𝗶𝗻𝗱𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗺𝗶 𝗺𝗲𝗿𝗲𝗸𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶𝘁𝗶𝗻𝗱𝗮𝘀 𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗶𝗽𝗲𝗿𝗮𝘀.
𝗞𝗶𝘁𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿 𝘀𝗶𝘀𝘁𝗲𝗺𝗮𝘁𝗶𝘀 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗲𝗻𝗮𝗻𝗶 𝘁𝗮𝗵𝗮𝗽𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗸𝘂𝗿𝘀𝘂𝘀‑𝗸𝘂𝗿𝘀𝘂𝘀 𝗺𝗮𝘀𝘀𝗮 𝗸𝗶𝘁𝗮.

𝗗𝗶 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗸𝘂𝗿𝘀𝘂𝘀 𝗺𝗮𝘀𝘀𝗮 𝗸𝗵𝘂𝘀𝘂𝘀 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗹𝗮𝗷𝗮𝗿𝗶 𝗸𝗲𝗺𝗮𝗷𝘂𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗯𝗲𝗿𝗮𝗽𝗮 𝗴𝗲𝗿𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗺𝗮𝘀𝘀𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗿𝘂𝗽𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗴𝗶𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶 𝗱𝗲𝗺𝗼𝗸𝗿𝗮𝘁𝗶𝗸. 𝗞𝘂𝗿𝘀𝘂𝘀 𝗺𝗮𝘀𝘀𝗮 𝘂𝗺𝘂𝗺 𝗱𝗶 𝗽𝗶𝗵𝗮𝗸 𝗹𝗮𝗶𝗻, 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝗷𝗲𝗹𝗮𝘀 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗸𝗹𝗮𝗿𝗶𝗳𝗶𝗸𝗮𝘀𝗶 𝗮𝗻𝗮𝗹𝗶𝘀𝗮 𝗺𝗮𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝗸𝗮𝘁 𝗱𝗮𝗻 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶 𝗣𝗮𝗽𝘂𝗮.
𝗣𝗲𝗻𝗱𝗶𝗱𝗶𝗸𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗲𝗿𝘂𝘀 𝗺𝗮𝗻𝗲𝗿𝘂𝘀 𝗺𝗮𝗻𝗴𝗲𝗻𝗮𝗶 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶 𝗱𝗲𝗺𝗼𝗸𝗿𝗮𝘁𝗶𝗸 𝗺𝗲𝗿𝘂𝗽𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗴𝗶 𝘀𝗲𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶𝗼𝗻𝗲𝗿. 𝗣𝗲𝗿𝗷𝘂𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗽𝗮𝗻𝗷𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗮𝗻 𝘁𝗶𝗻𝗴𝗸𝗮𝘁 𝗽𝗲𝗿𝗷𝘂𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗺𝗮𝗸𝗶𝗻-𝗺𝗲𝗻𝗶𝗻𝗴𝗸𝗮𝘁 𝗺𝗮𝗸𝗮 𝗶𝗻𝗶 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺, 𝗺𝗮𝗹𝗶𝗮𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗶𝗻𝗴𝗸𝗮𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗺𝗮𝗵𝗮𝗺𝗮𝗻 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗲𝗻𝗮𝗶 𝗽𝗿𝗶𝗻𝘀𝗶𝗽‑𝗽𝗿𝗶𝗻𝘀𝗶𝗽 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶 𝗱𝗮𝗺𝗼𝗸𝗿𝗮𝘁𝗶𝗸. 𝗞𝘂𝗿𝘀𝘂𝘀‑𝗸𝘂𝗿𝘀𝘂𝘀 𝗺𝗮𝘀𝘀𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗺𝗲𝗿𝘂𝗽𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗲𝗻𝗱𝗲𝗹𝗮 𝗯𝗮𝗴𝗶 𝗽𝗲𝗻𝗱𝗶𝗱𝗶𝗸𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝘁𝗶𝘆𝘂 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗸𝘂‑𝗯𝘂𝗸𝘂 𝗿𝗲𝗳𝗲𝗿𝗲𝗻𝘀𝗶 𝗸𝗼𝗿𝗮𝗻‑𝗸𝗼𝗿𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗵𝗮𝗻‑𝗯𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗰𝗮𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗶𝗻.
𝗠𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 "𝗣𝗿𝗼𝗯𝗹𝗲𝗺-𝗣𝗿𝗼𝗯𝗹𝗲𝗺 𝗠𝗮𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝗸𝗮𝘁 𝗣𝗮𝗽𝘂𝗮” 𝗱𝗮𝗻 𝗮𝗿𝘁𝗶𝗸𝗲𝗹-𝗮𝗿𝘁𝗶𝗸𝗲𝗹 𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗣𝗲𝗿𝗸𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗣𝗲𝗿𝗷𝘂𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗺𝗼𝗸𝗿𝗮𝘁𝗶𝗸 𝗱𝗶 𝗜𝗻𝗱𝗼𝗻𝗲𝘀𝗶𝗮 𝗣𝗮𝘀𝗰𝗮 𝗸𝗲𝗷𝗮𝘁𝘂𝗵𝗮𝗻 𝗦𝗼𝗲𝗵𝗮𝗿𝘁𝗼,𝗱𝗮𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝗹𝗮𝗺𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗿𝗷𝘂𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗣𝗲𝗺𝗯𝗲𝗯𝗮𝘀𝗮𝗻 𝗻𝗮𝘀𝗶𝗼𝗻𝗮𝗹 𝗱𝗶𝗯𝗲𝗿𝗯𝗮𝗴𝗮𝗶 𝗡𝗲𝗴𝗮𝗿𝗮 .  

𝗗𝗶𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗯𝘂𝗸𝘂/𝗔𝗿𝘁𝗶𝗸𝗲𝗹 𝗶𝗻𝗶, 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗺𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗻𝗷𝗲𝗹𝗮𝘀𝗮𝗻‑𝗽𝗲𝗻𝗷𝗲𝗹𝗮𝘀𝗮𝗻 𝗱𝗮𝘀𝗮𝗿 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗲𝗻𝗮𝗶 𝘀𝗼𝗮𝗹‑𝘀𝗼𝗮𝗹 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗺𝗮𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝗸𝗮𝘁 𝗱𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗹𝗮𝗻𝗷𝘂𝘁𝗮𝗻 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶 𝗗𝗲𝗺𝗼𝗸𝗿𝗮𝘁𝗶𝗸 𝗣𝗮𝗽𝘂𝗮. 𝗠𝗲𝗺𝗮𝗵𝗮𝗺𝗶 𝗮𝗻𝗮𝗹𝗶𝘀𝗮 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗯𝘂𝗸𝘂/𝗮𝗿𝗶𝗸𝗲𝗹 𝗶𝗻𝗶 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗹𝗮𝗹𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗽𝗿𝗶𝗻𝘀𝗶𝗽-𝗽𝗿𝗶𝗻𝘀𝗶𝗽 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗽𝗶𝗸𝗶𝗿𝗮𝗻 𝗸𝗶𝘁𝗮. 𝗛𝗮𝗹 𝗶𝗻𝗶 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗶𝗺𝗯𝗶𝗻𝗴 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻𝗮𝗹𝗶𝘀𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗲𝗰𝗮𝗵𝗸𝗮𝗻 𝗺𝗮𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵‑𝗺𝗮𝘀𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗮𝗸𝗮𝗹 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽𝗶 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗴𝗲𝗹𝗼𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴 𝗽𝗲𝗿𝗷𝘂𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻.
𝗦𝗲𝗹𝗮𝗹𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗹𝗮𝗷𝗮𝗿𝗶 𝗶𝘀𝘂‑𝗶𝘀𝘂 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 "𝗥𝗮𝗸𝘆𝗮𝘁" 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝘂𝗯𝗹𝗶𝗸𝗮𝘀𝗶 𝗿𝗲𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶𝗼𝗻𝗮𝗿 𝗹𝗮𝗶𝗻 . 𝗗𝗶 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺𝗻𝘆𝗮, 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗺𝗲𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗮𝗻𝗮𝗹𝗶𝘀𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗮𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶𝗮𝗻 𝗴𝗲𝗿𝗮𝗸𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽 𝗯𝗲𝗿𝗯𝗮𝗴𝗮𝗶 𝗺𝗮𝗰𝗮𝗺 𝗶𝘀𝘂 𝗲𝗸𝗼𝗻𝗼𝗺𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗽𝗼𝗹𝗶𝘁𝗶𝗸 𝗺𝗮𝘀𝗮 𝗸𝗶𝗻𝗶, 𝘁𝗮𝗻𝗴𝗴𝘂𝗻𝗴𝗷𝗮𝘄𝗮𝗯‑𝘁𝗮𝗻𝗴𝗴𝘂𝗻𝗴𝗷𝗮𝘄𝗮𝗯 𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴, 𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗻𝗴𝘀𝘂𝗻𝗴 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗺𝗲𝗺𝗮𝗷𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗿𝗷𝘂𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗿𝗮𝘃𝗼𝗹𝘂𝘀𝗶𝗼𝗻𝗲𝗿 𝗱𝗶 𝗯𝗲𝗿𝗯𝗮𝗴𝗮𝗶 𝘀𝗲𝗸𝘁𝗼𝗿, 𝘁𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁, 𝗱𝗮𝗻 𝗯𝗶𝗱𝗮𝗻𝗴‑𝗯𝗶𝗱𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗲𝗿𝗷𝗮.


𝗣𝗮𝗽𝘂𝗮 𝗠𝗲𝗹𝗮𝘄𝗮𝗻

Kamis, 29 Juli 2021

Rasisme Adalah Persoalan Yang Besar Dan Berlangsung Lama Pada Orang Papua

 

Foto: Orang Papua


Oleh : Wileka Mokar 


SEBELUM INDONESIA MENCAPLOK

•••

Dulu orang-orang tua kami disekitar kepala burung diperdagangkan sebagai budak oleh Sultan Tidore. Kerena pada jaman itu dan sampai saat ini orang berkulit hitam dipandang paling rendah dari kulit putih yang merasa diri mereka lebih tinggi, lebih superior, lebih berkuasa, lebih mendominasi.


Selain itu juga, dulu dimasa bangsa asing masuk ke wilayah bangsa kami (Ekspedisi) juga melakukan hal yang sama dimana, orang-orang tua kami, di kasihkan kampak besi dan lainnya, di perintahkan untuk menunjuk jalan dan atau mengangkat barang tanpa mereka mau menjelaskan tujuan kedatangan mereka yang sekarang ini barulah kita tahu bahwa, mereka mau melakukan penelitian atas potensi sumber daya alam di wilayah kami. 


Begitu juga dengan misionaris yang sejatinya tidak jujur sebab, mereka mau mengubah gaya, budaya dan bahasa kami dan mereka menanamkan syarat-syarat untuk kehadiran bangsa-bangsa yang kejam. Termasuk Indonesia dan Amerika Serikat, Cs. Dibeberapa tempat alat-alat budaya kami dibakar, bahasa dan kebudayaan kami dihancurkan tanpa dilestarikan dan mereka (Gereja / Agama) tidak mau tau dengan persoalan kami. 


PROSES INDONESIA MENCAPLOK

•••

Bangsa kami tidak pernah ada hubungan timbal / balik dalam melangsungkan kehidupan bersama bangsa Indonesia. Bangsa kami tidak pernah merasa bahwa, Belanda adalah musuh bersama sehingga, secara bersama-sama berjuang dan memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 itu. 


Bangsa kami pun telah berjuang dan mencapai puncaknya pada deklarasi kemerdekaan pada 1 Desember 1961 di Holandia, atas keinginan dan perjuangan kami sendiri.


Diusia yang ke 18 hari kemerdekaan bangsa kami, mereka secara sepihak mengumandangkan Trikora oleh presiden mereka, Ir. Soekarno di alun-alun utara, Yogyakarta pada 19 Desember 1961. Isinya ada 3 poin yang sangat provokatif dan rasis. Mereka memandang negara kami yang di deklarasikan itu sebagai negara boneka dan harus digagalkan dan kemudian, dimasukan kedalam kekuasaan mereka (dicaplok) dari tangan imperialisme Belanda. 

Selain itu, mereka juga melakukan berbagai kesepakatan - kesempatan secara sepihak atas nasib bangsa kami secara sepihak bersama tuan mereka tanpa melibatkan kami (Perjanjian New York, 15 Agustus 1962, Perjanjian Roma, 30 September 1962) bahkan, yang lebih kejam ialah dua tahun sebelum dilaksanakan proses jejak pendapat atau referendum mereka dan tuan mereka melakukan sebuah kesepakatan untuk mengambil emas di gunung Nemangkawi (Kontrak karya PT. Freeport McMoRan, 7 April 1967) (Kandungan emas ini sudah dipastikan oleh seorang peneliti -- Ekspedisi yang tidak jujur) hingga, pada proses jejak pendapat pada tahun 1969 ini yang sesuai kesepakan sepihak itu dilakukan dengan cara - cara internasional yaitu, satu orang, satu suara itu pun diubah secara sepihak oleh mereka dengan cara mereka yakni, cara musyawarah dan mufakat yang diwakili oleh 1.026 orang dari total penduduk 800.000 orang karena, dipandang masih belum bisa menentukan nasib sendiri, masih tertinggal dan masif primitif. 


Di samping itu, sebagai wujud 3 komando yang provokatif dan rasis itu, militer mereka di mobilisasi secara masif dan dilakukan berbagai operasi-operasi militer. Mereka menembak orang-orang tua kami, bom areal perkampungan kami bahkan, menculik dan memperkosa mama-mama kami dan itu masih terjadi sampai hari ini, perjuangan kami untuk berpisah dari mereka dan merebut kembali kedaulatan kami selalu diperhadapkan dengan moncong timah panas, jeruji besi dan sepatu laras setelah, itu barang-barang peninggalan Belanda semua diambil dan dibawah pergi kemudian, berbagai usaha yang dikelolah oleh orang Papua diambil alih dan dikuasai oleh mereka.


KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PASCA PENCAPLOKAN

•••

Dalam merencanakan dan menetapkan serta menjalankan program di tanah kami, selalu dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan kami, tanpa meminta persetujuan dari kami. Mereka selalu menganggap kami tidak tidak bisa mengatur diri kami sehingga, mereka yang harus atur. 


Program pembangunan jalan yang menghubungkan seluruh Papua di masa presiden mereka, presiden Soeharto yang terus di kerjakan oleh presiden mereka seterusnya hingga presiden mereka saat ini, presiden Jokowi. 


Setelah mereka berhasil melakukan reformasi dengan melengserkan presiden mereka, Soeharto yang terkenal terlalu otoriter itu, di masa orang-orang tua kami yang bergabung dalam Tim-100 membawa proposal untuk meminta kedaulatan secara baik-baik kepada presiden mereka, B.J habibie namun, presiden mereka ini balik menipu orang tua kami, disuruh kembali dan pikirkan lagi, tau-taunya mereka merencanakan dan menetapkan Otsus di tahun 2001 dan memaksa kami untuk menerima. 


Setelah Otsus yang ditetapkan sepihak tahun 2001 ini berakhir, untuk melanjutkannya mereka melakukan hal yang sama. 


Kami terus di pandang bodoh, tertinggal, terbelakang, primitif dan mereka lebih merasa mereka lebih bisa, lebih hebat, lebih superior, lebih berkuasa atas kami. 


Disaat kami (rakyat Papua yang tidak ada hubungan dengan mereka) melakukan protes dan menyampaikan apa yang kami mau secara damai, bermartabat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku kami, dianggap sebagai pengacau, pelaku kekerasan bahkan samakan kami dengan teroris dan malahan kami, di pukul, dicaci-maki, di injak-injak, diculik dan bahkan dibunuh dan diadili di pengadilan mereka dan menjatuhkan hukuman kepada kami dan dijebloskan dalam jeruji besi. Pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu dan sampai saat ini belum di usut tuntas hingga saat ini.


KEHIDUPAN SEHARI-HARI

•••

Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita di pandang dengan sebelah mata. Jika, kita sama-sama dalam angkutan umum mereka akan menutup hidung mereka dan menceritakan kita dengan bahasa mereka, di tolak disaat mencari tempat tinggal (kos-kosan, kontrakan), dipanggil dengan teriakan monyet, kerah, orang hitam dan masih banyak lagi. 


Dalam pelayanan diberbagai tempat umum seperti, rumah sakit dan kantor-kantor, disaat mau masuk perguruan tinggi cenderung kami dipersulit dan diperhambat.


PERSOALAN RASISME DALAM BEBERAPA TAHUN TERAKHIR

•••

"Pulangkan mahasiswa Papua dari kota Malang" ~. Walikota Malang, 2019


"Yel-yel : Usir-usir, usir Papua asu !.." ~ Surabaya, 2019


"Kepala Obby Kogoya di injak dan hidungnya ditarik oleh aparat kepolisian di Yogya, namun kemudian, Obby yang malahan dijatuhkan hukuman 6 bulan penjarah" ~ Yogya, 2016


"ASN yang kerjanya tidak becus akan dibuang ke Papua" ~ Risma, 2021


"Kepala seorang warga sipil di Merauke di injak oleh TNI AU di Merauke"  Merauke, 27 Juli 2021


Dan masih banyak lagi yang dapat kita rasakan dan jumpai di sekeliling kita. 


KESIMPULAN & SARAN 

•••

Semua ini adalah bentuk rasisme. Rasisme ini merupakan salah satu persoalan besar yang sudah berlangsung lama. Mereka merasa diri mereka lebih superior, lebih berkuasa dan lebih mendominasi sehingga, mereka dapat melakukan dan memperlakukan kami sesuai dengan apa yang mereka inginkan, apa yang mereka mau tanpa menghiraukan kami yang juga adalah manusia yang bermartabat yang hidup diatas tanah kami dan berjuang untuk kehidupan kami yang lebih baik dan lebih bahagia.


Kami diperlakukan semacam ini, tidak terlepas dari kekayaan alam kami yang begitu berlimpah. Ada emas, minyak, gas, hutan yang luas, ikan-ikan di laut dan lain sebagainya. Sehingga, ada hasrat ingin menguasai dan menduduki sehingga, mereka (Indonesia) juga disebut sebagai kolonial (penjajah). Dan mereka ini tidak melakukan semua ini sendiri, mereka bekerja sama dengan pengusaha-pengusaha yang memiliki modal (uang) besar yang hasratnya ingin menumpukan tanpa henti dan tanpa ada rasa puas seperti, PT. Freeport Mc MoRan, LNG tanggu, Miffee dan masih banyak lagi, ini disebut dengan imperialis.


Sehingga, untuk melawan rasisme tidak terlepas dari melawan dan menghancurkan kolonialisme dan imperialisme.


#PapuaLivesMatter

Rabu, 28 Juli 2021

Kami Bangsa Malanesia Adalah Manusia Bukan Bangsa Binatang


Ilustrasi: Kolonialisme Menindas Ras Melanesia
 

Puisi : Orang Papua Jua Manusia

Oleh : OL-Bless

Dong pu kurang apa lai

seng kasi apa lai buat katong

apa lai yang katong blom ambil

atau katong rampas 


gunung katong gali

hutan katong babat

tanah adat katong curi

laut katong cemari

udara tong jadikan bisnis 


papeda su hampir punah

dong pu keaslian jua su ikut punah

sejarah katong putar bale 

dong percaya kalo katong putar lidah

nama bae katong hina

paksa dong teriak NKRI harga mati 

tapi katong tutup dong pu suara sampe mati 


katong su kasi dong apa

setau beta

katong hanya kasi dengar dong bunyi senjata

dong pu nyawa katong kasi hilang

tubuh katong injak

harga diri jua katong injak 


nyong kulut hitam pu bae kurang dimana lai

nona manis rambut kariting pu hati seng bae  deng kurang dimana lai

katong seng ada hati ka

ato katong pu hati ada tapi su mati

ato ada tapi katong seng pake 


jang hanya karna dong pu kulit hitam

katong pu kulit putih

katong anggap diri malaikat

katong panggil dong setan

seng

orang papua ju manusia 

bukan jua monyet 


dong pu darah merah

dong pu tulang putih

kalo seng sama deng katong pu darah deng tulang

berarti katong zombie

ato lintah darat penghisap tubuh manusia 


jang bilang katong cinta papua

beta seng percaya

karna katong hanya mo cari dong pu emas

tapi seng anggap dong ana mas

jang bilang katong sayang papua

beta seng mau dengar

kalo katong hanya butuh dong pu kekayaan alam

tapi seng dengar dong pu jeritan 


katong su tinggal di dong pu bumi

dong kasi katong tanah

katong kasi kembali dong mayat

dong kasi mata air

katong kasi air mata

dong kasi papeda

katong kasi peluru deng senjata

dong kasi sirih pinang

katong kasi tambang beracun

dong kasi makan penuh perut

katong kasi dong melarat 


bilang katong mau kasi dong hidop sejahtera 

tapi katong seng kasi dong kesehatan

yang katong kasi

kemisikinan

kelaparan

kehausan

penindasan

deng bermacam-macam penderitaan 


peringatan buat katong 

simpan dalam dada

tempel di ingatan


katong jang lupa

katong su buat genosaida

katong jang lupa

katong mustinya menolak lupa

orang papua jua manusia  


kalo seng mau ingat

jang kasi tumpah dong pu dara

jang kasi patah dong pu tulang

jang kasi banjir dong pu pipi

tapi kasi dong kebebasan

bernyanyi 

menari

bersuara

merayakan apa yang dong ingi rayakasa


#PAPUANLIVESMATTER 

Salam Sadar 



Senin, 26 Juli 2021

Tipe Orang Papua Ingin Merdeka Tapi Egois Dan Malas Berjuang

Ilustrasi : Melawan Ketidakadilan 

Oleh : Natan Weya 

Tipe sebagian orang Papua ingin merdeka tapi malas berjuang, tidak mau ambil resiko, dan tidak mau melibatkan diri dalam agenda gerakan mereka-mereka ini selalu berkata begini: 

"Semuanya kita doakan dan serakan kepada Tuhan biarlah kehendak Tuhan yang terjadi, Mujizat datang dari Tuhan selamatkan orang Papua dan Segala isinya, Keajaiban Tuhan Pasti akan terjadi bagi orang Papua, ujung-ujungnya bicara pasti Tuhan Tolong Orang Papua". Mana? Cerita Mati..!!

Jangan terlalu berharap kepada Tuhan tanpa kita melakukan sesuatu untuk merebut kemerdekaan sejati itu sendiri. Kemerdekaan itu tidak berikan karena belas kasihan, tidak ada sejarah yang didunia ini mencatat bahwa kemerdekaan itu, diberikan karena belas kasihan.
 

"Jangan menghayal seperti ko dapat uang 1 Miliar dari Freeport lalu ko pergi tidur dengan perempuan bule diatas laut biru pantai Raya Empat" tatepi ingat orang berjuang untuk mendirikan suatu negara itu tidak segampang seperti penghayalan.

Saya mau mengutip satu Ayat Firman Tuhan yang berbunyi begini "Berdoa dan Bekerja" (Ora Et Labora). Artinya Tuhan mengajarkan kita, sambil berdoa harus berjuang dan bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.

Orang Papua harus ingat bahwa Tuhan tidak pernah bilang kepada orang Papua. Kalau tugasnya orang Papua hanya duduk diam berdoa..berdoa..dan berdoa saja. Tetapi kalau kita mau dan ingin merdeka kita harus mampu berpikir keras, berjuang keras, dan bekerja keras untuk merebut kemerdekaan sambil kita berdoa. "Sesuai isi firman diatas" 

Jangan kita mimpi siang bolong lalu semua orang Papua berbondong-bondong berdoa supaya Tuhan kasih memerdekakan buat orang Papua. Dari tangan serigala Jakarta yang mematikan ini.

Jika kita mau mendirikan suatu negara itu harus berjuang mati-matian membela harga diri, harkat dan martabat manusia Papua yang selama ini di injak" oleh bangsa Melayu. 


Tidak cukup hanya duduk diam tunduk dan berdoa meminta kepada Tuhan. Orang Papua harus mampu berpikir menganalisis dan melakukan sesuatu tindakan nyata untuk selamatkan manusia dan alam Papua dari bintang buas Jakarta.
 


Sambil kita menunggu Waktu nya Tuhan. Mari orang Papua harus bangkit bersatu kompak saling dukung mendukung melawan ketidakadilan yang terjadi didepan mata kita diatas Tanah ini. 


Orang Papua jangan terlalu egois, apatis acuh tak acuh, cuek, dan gengsi. Sadarlah dan buka mata hati lihat sikon semakin hari "RAS Mu Mulai Punah" Perjuangan Papua merdeka adalah tugas kita bersama bukan milik Papua Gunung atau Papua Pesisir Pantai.


Salam Sadar...!!

Jumat, 23 Juli 2021

Orang Papua Harus Tetap Melawan Ketidakadilan Yang Sedang Dilakukan Oleh Kolonial Indonesia


Ilustrasi : Ditindas Oleh Kolonial Indonesia


Oleh : MM (Mirip Mare)

Ruu Otsus hingga UU-nya, itu hanyalah produk politik kolonial yang tujuannya hanya melegalkan kedudukan Indonesia atas wilayah Papua. Sebanyak 700.000 orang Papua dan 112 Organisasi  jelas menolak yang membuktikan bahwah keinginan rakyat jelas menolak segala produk pemerintah Indonesia dan tetap konsisten dengan semangat Hak Penentuan Nasib Sendiri.


Kita belum kalah apalagi terlambat dalam mewujudkan Kemerdekaan sejati yang di perjuangkan juga diwariskan oleh tulang belulang pejuang dan rakyat papua. Yang dimana diperjuangkan dan diwariskan hingga masih terus terawat sampai saat ini.


Kemarin Yan Mandenas, Yoris Raweyai dan kawan-kawannya merasa menang dan bangga atas penghianatan juga mereka pura-pura lupa terhadap akar masalah konflik papua sesunggunya, yakni kolonialisme Indonesia selama 50 Tahun lebih yang membuat rakyat papua tersisih dan minoritas diatas tanah leluhur sendiri. Mungkin hal ini juga mereka lihat sendiri atau bahkan keluarganya sendiri mengalami namun seakan mereka lupa ingatan bahkan tidak mau peduli lalu mengesahkan Otsus Jilild 2 tanggal 15 Juli 2015.


Namun hal diatas bukanlah akhir dari perjuangan rakyat Papua. Pengesahan sepihak oleh Jakarta dan elit papua diatas memberi kita pelajaran dan semangat yang lebih membarah bahwah sesunggunya kita ini benar-benar dijajah. Dijajah dengan sistematis dan terstruktur oleh pusat hingga melahirkan banyak penghianat mama papua. Sehingga, dengan melihat hal-hal diatas saatnya kita rakyat papua memimpin diri sendiri, memimpin diri dalam gerakan rakyat untuk menentukan nasib papua kedepannya seperti apa. Kita tidak bisa lagi percaya elit politik lokal Papua yang kolot dan rakus, contohnya saat ini saling berebut jabatan Wagub ditengah krisis kemanusiaan di tanah papua, terus lancar bahas PON saat rakyat disuruh tahan lapar ditengah Pandemi Covid19. Mereka juga notabene kaki tangan musuh rakyat papua dan setiap rakyat tertindas yakni segelintir pemilik modal ( Indonesia dan Global) yang selama ini membunuh juga menghabiskan kekayaaan alam tanah Papua.


Saatnya Kita Bersatu.


Pantai, Rawa, Gunung, Lembah, bersatu padu memantapkan jati diri kebangsaan Papua dan bangkit bersama LAWAN, hingga Sang Bintang Kejora Berkibar Kembali dari sorong hingga Merauke.


Wassalam..!!