Translate

Tampilkan postingan dengan label Dr. Socratez Yoman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dr. Socratez Yoman. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 November 2021

SEPARATIS ITU NAMA BAYINYA/ANAKNYA PENGUASA INDONESIA DAN TNI-POLRI DI WEST PAPUA.

 


Oleh Dr. Socratez S.Yoman


1. Pendahuluan

Penguasa Indonesia, TNI-Polri tidak sadar bahwa bayi atau anak yang bernama Separatis adalah hasil dari kawin paksa. Indonesia kawin paksa dengan West Papua yang melahirkan bayi atau anak yang benama Separatis. 

Bayi separatis itu tidak turun dari langit. Bayi separatis itu tidak lahir sendiri. Bayi separatis itu ada bapak dan ibunya. Ayah dan ibunya ialah pemerintah Indonesia dan TNI-Polri.


Bayi separatis lahir dari hasil kawin paksa Indonesia, TNI-Polri dengan bangsa West Papua. Anak yang bernama separatis itu tidak terima kawin paksa maka bayi separatis itu melakukan penolakan dan perlawanan karena bayi anggap diri sebagai anak haram dan anak tidak sah. Pepera 1969 peristiwa kawin paksa dengan moncong senjata.


Rakyat West Papua adalah sebuah bangsa. Ia bukan sebuah provinsi. Pendudukan dan penjajahan Indonesia di West Papua ialah ilegal. Penguasa Indonesia adalah penjajah dan kolonial moderen. Proses pengintegrasian juga dengan proses ilegal. Penggabungan West Papua ke dalam wilayah Indonesia dengan moncong senjata/kawin paksa dan sangat tidak manusiawi. Hermanus Wayoi (Herman) pernah mengabadikan satu pernyataan sebagai berikut:


" Secara de facto dan de jure Tanah Papua atau Irian Barat tidak termasuk wilayah Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Jadi, Tanah Papua bukan wilayah Indonesia, melainkan dijadikan daerah perisai/tameng atau bemper bagi Republik Indonesia." 

(Sumber: Tanah Papua (Irian Jaya) Masih Dalam Status Tanah Jajahan. Dikutip dalam buku Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat: Yoman, 2007 


Menurut Dr. George Junus Aditjondro, bahwa, "Dari kaca mata yang lebih netral, hal-hal apa saja yang dapat membuat klaim Indonesia atas daerah Papua Barat ini pantas untuk dipertanyakan" ( 2000, hal.8).


Sementara Robin Osborn berpendapat: "...bahwa penggabungan daerah bekas jajahan Belanda itu ke dalam wilayah Indonesia didasarkan pada premis yang keliru....Kini, premis ini diragukan keabsahannya berdasarkan hukum Internasional" (2000, hal. xxx).


Pdt. Dr. Karel Phil Erari menegaskan: "Secara hukum, integrasi Papua ke dalam NKRI bermasalh" (2006, hal. 182).


Seluruh rakyat Indonesia dan komunitas Internasional tidak tahu tentang kejahatan, kekejaman dan brutalnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang merampok hak politik rakyat dan bangsa West Papua pada 1969 yang mengakibatkan kawin paksa. 


Menurut Amiruddin al Rahab: "Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan punggungnya pemerintahan militer." (Sumber: Heboh Papua Perang Rahasia, Trauma Dan Separatisme, 2010: hal. 42). 


Apa yang disampaikan Amiruddin, ada fakta sejarah, militer terlibat langsung dan berperan utama dalam pelaksanaan PEPERA 1969. Duta Besar Gabon pada saat Sidang Umum PBB pada 1969 mempertanyakan pada pertanyaan nomor 6: "Mengapa tidak ada perwakilan rahasia, tetapi musyawarah terbuka yang dihadiri pemerintah dan militer?" 

(Sumber: United Nations Official Records: 1812th Plenary Meeting of the UN GA, agenda item 108, 20 November 1969, paragraf 11, hal.2).


"Pada 14 Juli 1969, PEPERA dimulai dengan 175 Anggota Dewan Musyawarah untuk Merauke. Dalam kesempatan itu kelompok besar tentara Indonesia hadir..." (Sumber: Laporan Resmi PBB Annex 1, paragraf 189-200).


Surat pimpinan militer berbunyi: " Mempergiatkan segala aktivitas di masing-masing bidang dengan mempergunakan semua kekuatan material dan personil yang organik maupun B/P-kan baik dari AD maupun dari lain angkatan. Berpegang teguh pada pedoman. Referendum di Irian Barat (IRBA) tahun 1969 HARUS DIMENANGKAN, HARUS DIMENANGKAN..." (Sumber: Surat Telegram Resmi Kol. Inf.Soepomo, Komando Daerah Daerah Militer Tjenderawasih Nomor: TR-20/PS/PSAD/196, tertanggal 20-2-1967, berdasarkan Radio Gram MEN/PANGAD No:TR-228/1967 TBT tertanggal 7-2-1967, perihal: Menghadapi Refendum di IRBA ( Irian Barat) tahun 1969).


Militer Indonesia benar-benar menimpahkan malapetaka bagi bangsa West Papua. Hak politik rakyat dan bangsa West Papua benar-benar dikhianati. Hak dasar dan hati nurani rakyat West Papua dikorbankan dengan moncong senjata militer Indonesia. Kekejaman TNI bertolak belakang dengan fakta menyatakan mayoritas 95% rakyat West Papua memilih untuk merdeka. 


"...bahwa 95% orang-orang Papua mendukung gerakan kemerdekaan Papua." 


(Sumber: Pertemuan Rahasia Duta Besar Amerika Serikat utk Indonesia dengan Anggota Tim PBB, Fernando Ortiz Sanz, pada Juni 1969: Summary of Jack W. Lydman's report, July 18, 1969, in NAA).


Duta Besar RI, Sudjarwo Tjondronegoro mengakui: "Banyak orang Papua kemungkinan tidak setuju tinggal dengan Indonesia."


(Sumber: UNGA Official Records MM.ex 1, paragraf 126).


Dr. Fernando Ortiz Sanz melaporkan kepada Sidang Umum PBB pada 1969:


"Mayoritas orang Papua menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negarva Papua Merdeka." (Sumber: UN Doc. Annex I, A/7723, paragraf 243, hal. 47).


2. Apakah Ir. Sukarno juga Separatis?


Jawabannya dalam perspektif kolonial Belanda, ya dan benar bahwa Ir. Sukarno adalah separatis karena ia melawan kedaulatan penjajah dan kolonial Belanda di Indonesia. Karena itu, pemimpin pemberontak dan separatis ini ditangkap penguasa Belanda dan mengasingkan Sukarno di Boven Digul dan pulau Ende di Flores. 


Apa bedanya Ir. Sukarno sebagai separatis melawan kolonial Belanda dan para pejuang West Papua Merdeka yang melawan kolonial Indonesia?


Contoh lain ialah kolonial Apartheid memberikan stigma kepada Nelson Rolihlahla Mandela ialah pemimpin Komunis yang berjuang untuk menggulingkan pemerintahan Apartheid yang sah di Afrika Selatan. Nelson yang lahir pada 18 Juli 1918 dituduh Apartheid bahwa orang yang berbahaya yang melawan Undang-Undang Anti Komunisme.


Contoh lain adalah Mahatma Gandhi adalah pembela atau penasihat hukum orang-orang India di Afrika Selatan. Di Afrika Selatan, secara sopan orang India disebut 'orang berwarna.' Sedangkan secara kasar disebut 'coolie atau 'Sami' yang artinya buruh dan pelayan. Jadi, Mahadma Gandhi diberikan stigma penasihat para "coolie" atau "Sami." 


Dalam stigma yang merendahkan martabat dirinya dan bangsanya dengan sebutan "Coolie dan Sami", Gandhi segera mendidik dirinya untuk memperjuangkan nasib buruk orang India di Afrika Selatan, memimpin gerakan untuk menyuarakan serta menuntut penghormatan hak hidup mereka. 


Gandhi mengatakan: "Jadi, Tuhan meletakkan batu landasan hidup saya di Afrika Selatan, dan menuai benih perjuangan penghormatan diri sebagai bangsa." (Sumber: John MacCain bersama Mark Salter: Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia, 2002, hal. 17).


Benny Wenda juga diberikan stigma sebagai buronan penjahat oleh penguasa kolonial Indonesia. Ternyata lidah panjang Indonesia dipotong dan mulut besar kolonial Indonesia dibungkam oleh Walikota Oxford, The Lord Mayor of Oxford, Councillor Craig Simmons pada 17 Juli di Oxford City, bahwa Benny Wenda ialah pemimpin terhormat dan setara dengan pemimpin dunia yang lain. Karena Benny Wenda telah memberikan kontribusi positif di Oxford dan juga di seluruh dunia. Penghargaan untuk Benny Wenda merupakan penghargaan dan penghormatan rakyat dan bangsa West Papua.


3. Kami Bukan Separatis. Kami Tuan dan Pemilik Sah Tanah West Papua.


"Tanah West Papua adalah tanah leluhur kami yang diberikan TUHAN kepada leluhur dan nenek moyang bangsa Melanesia. Leluhur dan nenek moyang mewariskan kepada kami. Kami adalah bangsa West Papua dan rumpun Melanesia. Kami bukan separatis. Kami membela dan mempertahankan martabat dan kehormatan bangsa kami. Tanah West Papua dari Sorong-Merauke bahkan sampai Samarai adalah hak kami dan milik kami. Tidak ada bangsa lain dan orang yang menduduki dan menjajah kami. Kami tahu, kami mengerti, kami belajar dan kami alami Indonesia adalah bangsa kolonial Firaun moderen yang menduduki, menjajah, menindas, merampok, mencuri dan menjarah atas hidup dan tanah kami. KAMI TIDAK TAKUT & GENTAR KEPADA PARA PEMBUNUH DAN PERAMPOK YANG TIDAK PUNYA MORAL DAN HATI NURANI."


Tidak ada yang harus ditakuti. Terlalu hina kalau Tuan Tanah Takut kepada penjajah dan perampok dan pembunuh yang nama Indonesia. Sadarlah, Bangkitlah, hai.....anak-anak Negeri West Papua. Sudah cukup lama martabat kami direndahkan. Sudah cukup lama kami dibuat seperti hewan dan binatang. 


Ingat! Leluhur dan Nenek Moyang kami tidak tahu namanya Indonesia atau NKRI.


Ingat! TUHAN tidak larang West Papua Merdeka. Kitab Suci Alkitab tidak larang West Papua merdeka. Gereja tidak larang West Papua Merdeka. Tetapi yang dilarang TUHAN, dilarang Alkitab dan dilarang Gereja ialah JANGAN MEMBUNUH DAN JANGAN MENCURI (Keluaran 20:13,15).


Mengapa kita sebagai bangsa yang bermatabat dan berdaulat, diam, takut dan membisu ketika Orang Asli West Papua dibantai atas nama NKRI oleh penguasa kolonial kejam Indonesia, TNI-Polri sebagai orang-orang pendatang, tamu? Perilaku para kriminal dan penjahat ini harus dihentikan dan disadarkan bahwa mereka tidak mempunyai hak atas tanah, rakyat dan bangsa West Papua. 


Doa dan harapan saya, tulisan ini menjadi berkat pencerahan, inspirasi dan semangat keberanian. 


Ita Wakhu Purom, 26 Juli 2019.

Senin, 01 November 2021

YESUS KRISTUS ADALAH RAJA, GURU, DAN GEMBALA SEPARATIS SEJATI

 


Oleh Gembala Dr. Socratez Yoman,MA 

Teologi Pembebasan 

Apakah benar Yesus Kristus Raja Damai dan Sang Juruselamat, Sang Penebus dan Pembebas umat manusia dari belenggu kuasa Iblis dan kuasa dosa dan Raja dari segala raja  itu juga disebut Raja Separatis Agung?  


Apakah benar Yesus Kristus Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai (Yesaya 9:5)  itu juga disebut Gembala  Separatis Agung? 


Menurut iman dan kepercayaan  penulis, bahwa Yesus Kristus juga Raja Separatis Agung,  Gembala Separatis Agung dan Guru Separatis Agung. Yesus Kristus mengajarkan Separatisme kepada semua umat manusia di muka bumi dan kepada orang asli Papua.  Jadi, Yesus Kristus adalah Raja Separatis Sejati, Gembala Separatis Sejati, dan Guru Separatis Sejati. 


Para pembaca yang mulia, mari, kita belajar istilah kata "separatis" itu sendiri. Kata "separatis" berasal dari bahasa Inggris, yaitu "separate".  Kata "separate/separates" artinya "memisahkan." 


Yesus Kristus disebut juga Raja Separatis Sejati karena Kerajaan-Nya terpisah dari Neraka dan Kerajaan-Nya memisahkan kuasa terang Allah dari kegelapan kuasa Iblis dan dosa. Kuasa kelahiran Yesus, kematian Yesus, dan kebangkitan Yesus memisahkan manusia dari kuasa Iblis dan kuasa dosa. 


Yesus sebagai Raja Separatis Sejati mengatakan: 


"Akulah terang dunia, barangsiapa mengikuti Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup" (Yohanes 8:12). 


"Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya" (Yohanes 1:4-5). 


Ada keterpisahan atau separatisme antara terang  atau cahaya Yesus Kristus dengan kegelapan yang dikuasai Iblis dan dosa. Separatisme yang tegas dan jelas yaitu antara terang dan gelap tidak dapat bersatu, berdamai, dan hidup harmoni. 


Yesus Kristus juga disebut Guru Separatis Sejati karena Ia mengajarkan kasih, kebenaran, keadilan, kedamaian yang menentang dan memisahkan kebencian, ketidakbenaran, ketidakadilan, dan ketidakdamaian. 


Yesus Kristus juga disebut Gembala Separatis Sejati karena Ia memisahkan domba dari kambing, dan domba dari binatang liar, harimau, singa dan binatang liar lainnya. 


Yesus Kristus adalah Raja Separatis Sejati atau Raja Pemisahan Sejati dapat dibuktikan yang tertulis dalam Kitab Suci, yaitu: 


"....Lalu semua bangsa akan dikumpulkan dan di hadapan-Nya dan Ia akan MEMISAHKAN (tindakan separatisme) mereka seorang daripada seorang, sama seperti gembala memisahkan (separatisme) domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba Allah di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya" (Matius 25:32-33). 


Dalam konteks Papua Barat, ada gerakan Separatis, yaitu rakyat dan bangsa Papua Barat untuk memisahkan  pendudukan dan penjajahan bangsa kolonial modern Indonesia  yang disimbolkan kejahatan, kegelapan, kekejaman, kekerasan, kebohongan, pencurian, pembunuhan yang dilakukan Negara selama 58 tahun sejak 1 Mei 1963 sampai sekarang. 


Gerakan separatis di Papua untuk memisahkan Indonesia dari Papua karena kolonialisme, militerisme, kapitalisme, rasisme, fasisme, ketidakadilan, pelanggaran berat HAM, marjinalisasi, sejarah Pepera 1969 yang bengkok dan proses pemusnahan etnis Papua (genocide). 


Gerakan separatisme itu untuk memisakan rakyat dan bangsa Papua dari mitos, stigma, dan label monyet, makar, opm, kkb dan teroris yang diproduksi penguasa Indonesia  dari waktu ke waktu. 


Rakyat dan bangsa Papua Barat belajar dan mengikuti  dan melaksanakan teladan Yesus Kristus sebagai Raja Separatis Sejati, Guru Separatisme Sejati dan Gembala Separatis Sejati. 



Doa dan harapan saya, tulisan ini membuka wawasan teologis untuk para pembaca. Selamat mengecap dan menikmati tulisan ini. 


Ita Wakhu Purom, 1 November 2021 


Penulis: 


1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP)

2. Anggota Dewan Gereja Papua (WPCC).

3. Anggota Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC).

4. Aliansi Baptis Dunia (BWA).

Minggu, 17 Oktober 2021

JENDRAL TADIUS YOGI, "BANGSA INDONESIA TIDAK PUNYA TANAH ATAU DUSUN DI TANAH PAPUA BARAT."

Foto : Tadius Yogi di Markas Eduda Paniai


Oleh : Gembala Dr. Socratez S.Yoman,MA

Pada 8 Juli 2021, ada pertemuan dengan Moderator Dewan Gereja Papua (WPCC), Pdt. Dr. Benny Giay dan juga Ketua Sinode Gereja Kemah Injil di Tanah Papua (GKIP). Pertemuan ini minyikapi perkembangan terbaru yang dialami dan dihadapi umat Tuhan di Tanah ini.

Selesai pertemuan, kami diskusi singkat tentang definisi orang asli Papua (OAP) yang penulis definisikan, yaitu: "Orang Asli Papua (OAP) adalah orang-orang yang memiliki Tanah atau Dusun yang jelas dan Tanah dan Dusun yang masih terpelihara di kampung-kampung sampai sekarang."

Dalam meresponi definisi ini, Pendeta Dr. Benny Giay memberikan komentar tentang pernyataan Jenderal Tadius Yogi. Jenderal Yogi pernah menyatakan dan juga mempertanyakan kepada bangsa kolonial modern Indonesia, sebagai berikut:

"Bangsa Indonesia tunjukkan kepada saya Tanah dan Dusun mereka di Tanah ini. Di mana Tanah dan Dusun mereka? Di mana bekas kebun mereka dan tanda membuat honai di Tanah ini? Apakah ada tanda-tanda dan bukti-bukti warisan leluhur orang-orang Indonesia? Di sini terbukti, bangsa Indonesia tidak punya Tanah dan Dusun. Papua ini Tanah dan Dusun milik sah orang asli Papua."

Pernyataan dan pertanyaan Jenderal Tadius Yogi dan definisi OAP ini sangat paradoks atau bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan para penguasa kolonial modern Indonesia, terutama para serdadu kolonial Indonesia yang menduduki dan menjajah rakyat dan bangsa Papua Barat. Para jenderal kolonial Indonesia dimana-mana dan kapan saja mengancam dan menteror OAP dengan pernyataan-pernyataan, sebagai berikut:

"Sejengkal Tanah pun dari NKRI tidak boleh lepas."

Pemerintah kolonial modern Indonesia dan TNI-Polri perlu memperlajari sejarah dan nilai-nilai budaya, karena leluhur dan nenek moyang rakyat dan bangsa Melanesia tidak pernah hidup bersama, buat pagar bersama, buat kebun bersama, buat honai bersama, buat perahu bersama, bakar bersama, dan duduk bersama.
Di sini, di Tanah Papua Barat, Tanah Melanesia ini, ada hidup orang-orang berkulit hitam, rambut keriting ribuan tahun sebelum orang asing Indonesia sebagai bangsa kolonial modern datang menduduki dan menjajah kami. Pendudukan dan penjajahan bangsa kolonial modern Indonesia dimulai 1 Mei 1963.
Bangsa Indonesia merampas, merampok dan mencuri Tanah dan Dusun OAP dengan moncong senjata. Selain moncong senjata bangsa asing kolonial Indonesia memproduksi mitos, label dan stigma Orang Asli Papua anggota OPM, separatis, makar, kkb (Kk Besar), dan label terbaru teroris. Semua mitos ini menjadi mesin dan senjata penakluk dan pembungkam serta pembunuh Orang Asli Papua yang berdiri atas hak hidup, hak Tanah/Dusun dan hak politik. Mitos dan lebel ini juga alat pembungkam OAP yang berkata dan bersuara benar.
Mitos, label dan stigma ini juga diproduksi untuk menutupi RASISME, Kapitalisme, Militerisme dan Kolonialisme bangsa Indonesia atas rakyat dan bangsa Papua Barat.

Yang jelas dan pasti, bangsa kolonial modern Indonesia tidak punya Tanah dan Dusun di Papua. Karena itu, bangsa kolonial modern Indonesia selalu berlindung di Perjanjian New York 15 Agustus 1962, Pelaksanaan Pepera 1969 yang dimenangkan ABRI dan Resolusi PBB 2504.

Pertanyaannya ialah apakah ada OAP terlibat dalam proses pembuatan dan penandatanganan NYA 15 Agustus 1962?

Orang Asli Papua tidak pernah diajak bicara dan dilibatkan dalam proses pembuatan New York Agreement 15 Agustus 1962.

Apakah benar OAP terlibat dalam proses Pepera 1969 dan setuju tinggal dengan bangsa Indonesia?

Fakta sejarah, Pepera 1969 dimenangkan oleh pasukan kolonial modern Indonesia, yaitu ABRI. Tanah Papua dimasukkan atau diintegrasikan ke dalam wilayah Indonesia dengan moncong senjata kolonial Indonesia.

Kamis, 07 Oktober 2021

KOMUNIS CHINA LEBIH MANUSIAWI DAN MENGHORMATI KESETARAAN MANUSIA


Ilustrasi : Lawan


Oleh: Gembala Dr. Socratez Yoman,MA
Orang asli Papua sebaiknya sadar, menganalisa, mengkritisi dan mengerti, serta bertanya:
1. Mengapa bangsa dunia barat, negara-negara kapitalis mengkomuniskan orang China?
2. Apakah negara-negara sosialis seperti China menjual senjata kepada Indonesia untuk membantai orang asli Papua?
3. Mengapa negara-negara kapitalis barat yang mayoritas Kristen dan pengutus misionaris terbanyak di seluruh dunia tapi negaranya menjual senjata kepada Indonesia untuk membantai orang asli Papua?
4. Apakah dunia kapitalis barat lebih manusiawi atau sosialis China yang lebih manusiawi?
5. Siapa yang lebih komunis dan merampok sumber daya alam di TANAH Papua dengan memiskinkan dan membantai orang asli Papua?
6 Mengapa kepentingan bangsa Kapitalis Barat, orang asli Papua dikorbankan dan dipengaruhi untuk ikut-ikutan memusuhi Komunis China?

Fakta membuktikan, bahwa Komunis China lebih manusiawi dan membangun peradaban dan kesetaraan martababat kemanusiaan dengan pendekatan dan pemajuan ekonomi untuk sesama manusia.
Orang asli Papua perlu sadar, bahwa kita bersahabat dan bekerja sama dengan Komunis China, berarti kita tidak menjadi orang China, tetapi kita tetap orang asli Papua dengan iman Kekristenan kita.
Mari, kita membebaskan diri dari belenggu, penjara dan rantai pengajaran bangsa kapitalis yang mengkomuniskan China. Orang asli Papua tidak mungkin menjadi orang China, sebaliknya orang China tidak mungkin menjadi orang asli Papua. Karena itu, sudah saatnya, orang asli Papua membuang ajaran bangsa kapitalis yang menindas dan memiskinkan kita. Kita HARUS bersahabat dengan semua bangsa, semua suku, semua ras, termasuk bangsa China dalam dunia yang semakin mengglobal ini.
Saudara-saudara setuju atau tidak setuju, itu hak saudara, ini hak dan pikiran saya.
Tuhan memberkati...


Senin, 12 Juli 2021

TOPENG-TOPENG RASISME, KOLONIALISME, MILITERISME, KAPITALISME PENGUASA KOLONIAL MODERN INDONESIA DI PAPUA BARAT

ilustrasi: Orang Papua di anggap separatis

Dikutip dari artikel Dr. Socratez Yoman,MA
Bangsa Melayu, Indonesia, lebih khusus orang Jawa mempunyai 7 topeng yang menggambarkan atau mencerminkan watak, perilaku dan kepribadian setiap orang. Ketujuh topeng yang dimaksud sebagai beikut:
1. Topeng Panji
Topeng Panji menggambarkan bayi yang baru lahir di bumi dari kalangan elit bangsawan dan mencerminkan kewibawaan dan ketenangan. Panji ini berhubungan dengan penyerahan diri kepada Tuhan, dan kehidupan yang berbudi luhur. Dan juga berkedudukan terhormat dan watak yang kokoh dalam keyakinannya karena Tuhan menjadi pijakan atau pedoman dalam hidup dan karyanya.
2. Topeng Runawa
Topeng Runawa menggambarkan jati diri manusia yang bejat moral yang dikuasai keinginan daging, serakah dan ada kemurkaan, selalu salah arah, tersesat dan tidak pernah berhasil dalam setiap usaha atau gagal.
3. Topeng Kelana
Topeng Kelana mencerminkan seseorang yang suka menggembara dan berkelana untuk mencari jati dirinya dan berwatak angkuh dan kejam.
4. Topeng Rumyang
Topeng Rumyang menggambarkan orang yang selalu mengutamakan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, melakukan perintah Tuhan dan menjauhi dari perbuatan yang jahat. Ia selalu hidup benar, sabar, lemah lembut dan ia percaya ada surga dan neraka.
5. Topeng Samba
Topeng Samba menggambarkan seseorang yang menjaga diri dengan menjauhkan diri dari berbagai godaan dan tawaran yang jahat.
6. Topeng Tumenggung
Topeng Tumenggung mencerminkan pemimpin yang mengayomi, menjaga, membimbing dan melindugi rakyat dengan adil, jujur, penuh dengan kasih sayang dan tegas. Orang-orang dan rakyat yang didekatnya merasa nyaman, sejahtera, aman, damai dan tentram serta merasa terlindung.
7. Topeng Pamindo.
Topeng Pamindo memperlihatkan seseorang yang tidak percaya diri, setia kawan, memproses menuju kedewasaan dan mengenal dunia, sifatnya terburu-buru, dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
Penguasa kolonial modern Indonesia memproduksi mitos, stigma, label terhadap Orang Asli Papua (OAP)
Topeng Panji, Topeng Kelana, Topeng Runawa, Topeng Rumyang, Topeng Samba, Topeng Tumenggung, Topeng Pamindo, juga disetarakan dengan Wayang Jawa. Tokoh utama atau Pelakon Wayang yang menggerakkan Wayang itu tidak pernah tampil. Tokoh utama itu selalu berlindung dibalik layar Wayang.
Penguasa kolonial modern Indonesia yang menduduki, menjajah dan menindas rakyat dan bangsa Papua Barat sejak 1 Mei 1963 dengan cerdik dan licik menyembunyikan Rasisme, Kapitalisme, Militerisme, Kolonialisme dengan memproduksi mitos, stigma, dan label: separatis, anggota OPM, makar, KKB (Kaka Besar), dan teroris.
Jadi, di Jawa ada Topeng Panji, Topeng Kelana, Topeng Runawa, Topeng Rumyang, Topeng Samba, Topeng Tumenggung, Topeng Pamindo, dan Wayang Jawa yang selalu menyembunyikan Tokoh utama atau Pelakonnya.
Sementara di Papua Barat, penguasa kolonial modern Indonesia memproduksi Topeng Separatis, Topeng OPM, Topeng Makar, Topeng KKB (Kaka Besar), Topeng Teroris.
Penguasa kolonial modern Indonesia sejak 1 Mei 1963 membohongi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia dengan menyembunyikan tentang akar konflik Papua sesungguhnya. Opini publik Indonesia dari tahun ke tahun diarahkan ke Topeng Separatis, Topeng Makar, Topeng OPM, Topeng KKB (Kaka Besar), Topeng Teroris untuk mengalihkan atau menyembunyikan akar konflik tragedi kemanusiaan atau pokok persoalan Papua yang sebenarnya, yaitu: RASISME, KAPITALISME, MILITERISME, KOLONIALISME.
Penguasa kolonial modern Indonesia memelihara, merawat dan menyuburkan Topeng Separatis, Topeng Makar, Topeng OPM, Topeng KKB (Kaka Besar), Topeng Teroris dengan kekuatan moncong senjata atau Militerisme untuk memagari, mengawasi, menyembunyikan RASISME, KAPITALISME Dan KOLONIALISME sebagai akar konflik kekerasan Negara yang melahirkan pelanggaran berat HAM sejak 1 Mei 1963 sampai sekarang ini.
Mayoritas rakyat dan bangsa Indonesia sudah terjebak dan terbiasa serta ikut-ikutan penguasa kolonial Indonesia menghakimi dan mempersalahkan Orang Asli Papua (OAP) dengan menggunakan kaca mata penguasa, yaitu, Topeng Separatis, Topeng Makar, Topeng OPM, Topeng KKB (Kaka Besar), Topeng Teroris.
Para penguasa kolonial modern Indonesia diharapkan tidak selamanya bersembunyi dibalik wayang atau topeng separatisme, topeng makar, topeng OPM, topeng KKB (Kaka Besar), topeng teroris. Topeng-topeng atau tameng seperti ini harus dibuang karena sudah usang dan primitif serta sudah tidak relevan lagi sesuai dengan era globalisasi dan teknologi dewasa ini.
Rakyat dan bangsa Papua harus sadar, bangkit, bersatu dan melawan Topeng-Topeng Separatis, Makar, OPM, KKB (Kaka Besar) dan Teroris. Kita harus mengkampanyekan bahwa RASISME, MILITERISME, KAPITALISME, DAN KOLONIALISME sebagai akar konflik Papua yang menyebabkan kekerasan Negara yang melahirkan pelanggaran berat HAM.
Jadi, solusi relevan dan realistis untuk menyelesaikan akar konflik Papua, yaitu Rasisme, Militerisme, Kapitalisme dan Kolonialisme ialah Pemerintah RI- ULMWP duduk setara di meja perundingan yang dimediasi pihak ketiga yang netral.
Perundingan damai dan setara ini untuk penyelesaian akar konflik Papua, seperti luka membusuk dan bernanah di tubuh bangsa Indonesia adalah 4 pokok akar konflik yang dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008). Empat akar konflik Papua, yaitu:
1) Sejarah dan status politik pengintegrasian Papua ke dalam wilayah Indonesia;
(2) Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1963 yang belum ada penyelesaian;
(3) Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
(4) Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Doa dan harapan penulis, para pembaca mendapat pencerahan. Waa...Waa....

SAYA BANGSA BERDAULAT SEJAK NENEK MOYANG TETAPI SAYA BUKAN BANGSA BUDAK


Ilustrasi : Orang Papua Ditindas

Dikutip dari artikel Dr. Socratez Yoman,MA
LUAR BIASA, ada pengakuan bahwa, rakyat dan bangsa West Papua adalah bangsa berdaulat penuh sejak turun temurun. Rakyat dan bangsa West Papua adalah orang-orang yang berdiri di kaki sendiri, tidak membutuhkan bantuan orang lain karena mereka sudah memiliki semua dari TANAH mereka, dan orang Asli Papua tidak mudah mengemis dan meminta-minta karena bangsa berdaulat di atas TANAH leluhur kami. Pengakuan ini yang sedang dihancurkan dan dimusnahkan oleh bangsa kolonial primitif dan bazerrp Indonesia.
Ikuti kutipan pengakuan LUAR BIASA tentang kedaulatan rakyat dan bangsa West Papua, sebagai berikut:

"Mereka (Orang Asli Papua) sudah mengetahui semuanya; tentang membangun rumah, tentang membuka kebun; dalam lembah ini telah dibangun sebuah masyarakat yang sudah bertahan tak kurang dari berabad-abad lamanya. Mereka sama sekali tidak memerlukan kami." (Pastor Lieshout, OFM Gembala dan Guru Bagi Papua: 2020:597).
"Saya sendiripun belajar banyak dari manusia Balim yang begitu manusiawi. Saya masih mengingat masyarakat Balim seperti kami alami waktu pertama datang di daerah ini. Kami diterima dengan baik dan ramah, tetapi mereka tidak memerlukan sesuatu dari kami, karena mereka sudah memiliki segala sesuatu yang mereka butuhkan itu. Mereka nampaknya sehat dan bahagia, ...Kami menjadi kagum waktu melihat bagaimana masyarakat Balim hidup dalam harmoni...dan semangat kebersamaan dan persatuan...saling bersalaman dalam acara suka dan duka...Ia suka mandiri dan hidup dalam harmoni...ia mempunyai rasa harga diri tinggi...ia trampil sebagai petani dan rajin bekerja...Ia bangga dan puas dan keberadaannya dan tidak mudah mengemis. Ia mempertahankan nilai-nilai hidup baik dengan kontrol sosial yang kuat." ( Sumber: Kebudayaan Suku Hubula Lembah Balim-Papua, 2019, hal. 85-86).
Para pembaca yang mulia dan terhormat, melalui artikel ini, penulis berusaha dengan tiga tujuan utama:
Pertama, penulis mendidik dan mengajarkan penguasa kolonial primitif dan babar atau bangsa kolonial firaun modern Indonesia supaya mereka HARUS sadar bahwa rakyat dan bangsa West Papua adalah bangsa berdaulat sejak leluhur/nenek moyang atau turun-temurun.
Kedua, rakyat Indonesia dari Sabang-Ambon perlu sadar dan mengetahui bahwa Indonesia sebagai penjajah/kolonial primitif dan babar yang menduduki dan menindas rakyat dan bangsa West Papua dengan cara memiskinkan dalam segala bidang secara konstitusional, sistematis, terstruktur, masif dan kolektif. Kolonialisme primitif dan barbar itu terbukti dengan tindakan ketidakadilan, rasisme, kekerasan negara yang menggunakan kekuatan TNI-Polri yang telah melahirkan pelanggaran berat HAM sejak 1 Mei 1963 sampai saat ini.
Siasat bangsa kolonial primitif dan babar Indonesia yang memiskinkan dan memusnahkan kami dengan produksi hoax atau mitos-mitos dan stigma-stigma: separatis, makar, opm, dan terbaru kkb. Ini semua sesungguhnya kejahatan kemanusiaan di depan mata kita yang dilakukan Indonesia dalam era keterbukaan dan peradaban tinggi yang mengutamakan penghormatan martabat kemanusiaan.
Mari, kita semua sadar dan bangkit dan HARUS lawan, hentikan dan hilangkan mitos atau stigma: separatis, makar, opm, kkb yang diproduksi dan dipelihara serta digunakan penguasa asing Negara Indonesia dan TNI-Polri sebagai kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran berat HAM serta RASISME yang merendahkan dan menghina harkat dan martabat kemanusiaan kami orang asli Papua.
Watak TNI yang primitif dan babar digambarkan oleh Pastor Frans Lieshout,OFM sebagai saksi mata. Saya mengutip pernyataan itu sebagai berikut:
"Pada tanggal 1 Mei 1963 datanglah orang Indonesia. Mereka menimbulkan kesan segerombolan perampok. Tentara yang telah diutus merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar demikian. Saat itu saya sendiri melihat amukan mereka. Menjarah barang-barang bukan hanya di toko-toko, tetapi juga di rumah-rumah sakit. Macam-macam barang diambil dan dikirim dengan kapal itu ke Jakarta. Di mana-mana ada kayu api unggun: buku-buku dan dokumen-dokumen arsip Belanda di bakar." ( Sumber: Pastor Frans Lieshout OFM: Gembala dan Guru Bagi Papua, 2020, hal. 593).
Ketiga, orang asli Papua HARUS sadar dan bangkit, bahwa kami adalah bangsa berdaulat penuh sejak turun-temurun. Kami bangsa yang tidak pernah dijajah dan diduduki bangsa lain sebelum bangsa kolonial primitif dan barbar Indonesia datang menduduki, merampok, menindas dan memusnahkan kami sejak 1 Mei 1963.
Penulis adalah orang asli Papua dari suku Lani. Karena, saya orang Lani, bangsa Papua dan orang Melanesia, maka saya mengambil contoh dari kehidupan orang tua saya.
Ayah saya bernama Mbipoka Jimmily Arigilek Yoman. Ayah saya punya TANAH di sebuah gunung yang bernama Gilo Malo. Ayah dari ayah saya dan turun-temurun berada, hidup dan berkarya dari TANAH tempat ini. Ini taman Eden. TANAH yang TUHAN berikan kepada orang tua dan untuk saya dan untuk anak cucu saya dan turun-temurun.
Kehidupan kami jelas. Keturunan kami kami juga jelas. Tatanan nilai-nilai hidup yang diwariskan tetap lestari atau hidup. Dari TANAH kami ini kami hidup BERDAULAT dan MERDEKA serta BEBAS. Tidak ada orang mengatur dan memerintah kami.
Kami ada tetangga dan ada komunitas orang Lani yang lebih luas. Mereka juga hidup berdaulat dan merdeka di atas TANAH warisan leluhur mereka. Kami hidup berdampingan dan hidup saling menghormati kedaulatan dan kemerdekaan suku kami. Kami tidak pernah mengemis kepada tetangga. Karena kami semua pemilik TANAH yang berdaulat dan merdeka serta otonom.
Dalam kedaulatan dan kemerdekaan itu, orang Lani selalu hidup harmoni, bekerjasama dan saling mendukung satu sama lain dalam kedaulatan dan kemerdekaan.
Kami juga memiliki sejarah, nilai-nilai budaya, bahasa, dan peraturan-peraturan dalam komunitas kami. Kami selalu patuh dan taat pada semua itu dalam kedaulatan dan kemerdekaan kami. Kami hidup tertip dan hidup bertanggungjawab atas hidup kami.
Suku Lani yang menggunakan bahasa Lani adalah suku terbesar di Papua, yang hidup, tinggal/mendiami dan bermukim sebagaia bangsa berdaulat dan merdeka berabad-abad di Pegunungan West Papua di bagian Barat dari Lembah Balim. Wilayah yang didiami pemilik dan pengguna bahasa Lani meliputi: Piramit, Makki, Tiom, Kelila, Bokondini, Karubaga, Mamit, Kanggime, Ilu, Mulia, Nduga, Kuyawagi, Sinak dan Ilaga.
Kata “Lani” akan memiliki arti yang jelas, lebih dalam dan luas, jika ditambah dengan kata "Ap" berarti menjadi Ap Lani yang mengandung makna, yaitu: "Orang-orang Otonom, mandiri, independen dan berdaulat penuh."

Dalam buku: Kita Meminum Air Dari Sumur Kita Sendiri” (Yoman, 2010, hal. 92) penulis menjelaskan sebagai berikut:
Kata Ap Lani artinya: ” orang-orang independen, orang-orang yang memiliki otonomi luas, orang-orang yang merdeka, yang tidak diatur oleh siapapun. Mereka adalah orang-orang yang selalu hidup dalam kesadaran tinggi bahwa mereka memiliki kehidupan, mereka mempunyai bahasa, mereka mempunyai sejarah, mereka mempunyai tanah, mereka mempunyai gunung, mereka mempunyai hutan, mereka mempunyai sungai, mereka mempunyai dusun yang jelas, mereka mempunyai garis keturunan yang jelas, mereka mempunyai kepercayaan yang jelas, mereka mempunyai kemampuan untuk mengatur, dan mengurus apa saja, mereka tidak pernah pindah-pindah tempat, mereka hidup tertib dan teratur, mereka mempunyai segala-galanya.”
Dari uraian artikel singkat ini menjadi jelas, bahwa rakyat dan bangsa West Papua dari Sorong-Merauke adalah bangsa BERDAULAT dan MERDEKA sejak turun-temurun. Indonesia sebagai bangsa kolonial primitif dan babar yang menjadi penjajah firaun moderen yang datang dengan wajah dan watak ketidakadilan, rasisme, fasisme, kekerasan dan kekejaman yang melahirkan pelanggaran berat HAM yang dimulai sejak 1 Mei 1963 sampai saat ini.
Haris Azhar mengatakan: "Pemerintah Indonesia semakin mengabaikan kebijakan kemanusiaan berbasis hak asasi manusia (HAM), eksploitasi sumber daya alam (SDA) dan stigma buruk di Papua, tetapi sebaliknya gencar melakukan pengiriman militer serta mesin bor untuk menggali tambang emas di Papua."
Mayon Soetrisno dalam bukunya: Arus Pusaran Soekarno, Roman Zaman Pergerakan, mengabadikan:
"Zaman akan berubah. Peta politik yang sekarang, adalah peta politik yang sedang berubah...Cepat atau lambat, masa keemasan tanah-tanah jajahan akan berakhir. Bagaimanapun bodoh dan primitifnya suatu bangsa, ia akan tumbuh, berkembang, menyerap kecerdasan, pengetahuan, ketrampilan dan memiliki naluri untuk mempertahankan hidup." (1985:122).
Harapan, doa dan impian orang asli Papua bahwa nubuatan ini segera digenapi.
"Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi, dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri." (Pdt. Izaac Samuel Kijne, Wasior, Manokwari, 25 Oktober 1925).
Disemangati dari nubuatan ini, mari, kita SADAR, BERSATU, BANGKIT DAN LAWAN ketidakadilan, rasisme, kekerasan dan kejahatan Negara yang melahirkan pelanggaran berat HAM dan pemusnahan orang asli Papua yang terjadi secara konstitusional, sistematis, terstruktur, masif dan kolektif yang dimulai sejak 1 Mei 1963 sampai saat ini.
Sudah waktunya kita membela martabat kemanusiaan kami dan kembalikan kedaulatan kami yang dirampas dan dirampok oleh kolonial primitif dan babar Indonesia. Sudah waktunya kita HARUS mengakhiri penderitaan, tetesan darah dan cucuran air mata orang asli Papua, pemilik TANAH Pusaka ini.

Selamat merenungkan. Tuhan memberkati.