Translate

Kamis, 29 Juli 2021

Rasisme Adalah Persoalan Yang Besar Dan Berlangsung Lama Pada Orang Papua

 

Foto: Orang Papua


Oleh : Wileka Mokar 


SEBELUM INDONESIA MENCAPLOK

•••

Dulu orang-orang tua kami disekitar kepala burung diperdagangkan sebagai budak oleh Sultan Tidore. Kerena pada jaman itu dan sampai saat ini orang berkulit hitam dipandang paling rendah dari kulit putih yang merasa diri mereka lebih tinggi, lebih superior, lebih berkuasa, lebih mendominasi.


Selain itu juga, dulu dimasa bangsa asing masuk ke wilayah bangsa kami (Ekspedisi) juga melakukan hal yang sama dimana, orang-orang tua kami, di kasihkan kampak besi dan lainnya, di perintahkan untuk menunjuk jalan dan atau mengangkat barang tanpa mereka mau menjelaskan tujuan kedatangan mereka yang sekarang ini barulah kita tahu bahwa, mereka mau melakukan penelitian atas potensi sumber daya alam di wilayah kami. 


Begitu juga dengan misionaris yang sejatinya tidak jujur sebab, mereka mau mengubah gaya, budaya dan bahasa kami dan mereka menanamkan syarat-syarat untuk kehadiran bangsa-bangsa yang kejam. Termasuk Indonesia dan Amerika Serikat, Cs. Dibeberapa tempat alat-alat budaya kami dibakar, bahasa dan kebudayaan kami dihancurkan tanpa dilestarikan dan mereka (Gereja / Agama) tidak mau tau dengan persoalan kami. 


PROSES INDONESIA MENCAPLOK

•••

Bangsa kami tidak pernah ada hubungan timbal / balik dalam melangsungkan kehidupan bersama bangsa Indonesia. Bangsa kami tidak pernah merasa bahwa, Belanda adalah musuh bersama sehingga, secara bersama-sama berjuang dan memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 itu. 


Bangsa kami pun telah berjuang dan mencapai puncaknya pada deklarasi kemerdekaan pada 1 Desember 1961 di Holandia, atas keinginan dan perjuangan kami sendiri.


Diusia yang ke 18 hari kemerdekaan bangsa kami, mereka secara sepihak mengumandangkan Trikora oleh presiden mereka, Ir. Soekarno di alun-alun utara, Yogyakarta pada 19 Desember 1961. Isinya ada 3 poin yang sangat provokatif dan rasis. Mereka memandang negara kami yang di deklarasikan itu sebagai negara boneka dan harus digagalkan dan kemudian, dimasukan kedalam kekuasaan mereka (dicaplok) dari tangan imperialisme Belanda. 

Selain itu, mereka juga melakukan berbagai kesepakatan - kesempatan secara sepihak atas nasib bangsa kami secara sepihak bersama tuan mereka tanpa melibatkan kami (Perjanjian New York, 15 Agustus 1962, Perjanjian Roma, 30 September 1962) bahkan, yang lebih kejam ialah dua tahun sebelum dilaksanakan proses jejak pendapat atau referendum mereka dan tuan mereka melakukan sebuah kesepakatan untuk mengambil emas di gunung Nemangkawi (Kontrak karya PT. Freeport McMoRan, 7 April 1967) (Kandungan emas ini sudah dipastikan oleh seorang peneliti -- Ekspedisi yang tidak jujur) hingga, pada proses jejak pendapat pada tahun 1969 ini yang sesuai kesepakan sepihak itu dilakukan dengan cara - cara internasional yaitu, satu orang, satu suara itu pun diubah secara sepihak oleh mereka dengan cara mereka yakni, cara musyawarah dan mufakat yang diwakili oleh 1.026 orang dari total penduduk 800.000 orang karena, dipandang masih belum bisa menentukan nasib sendiri, masih tertinggal dan masif primitif. 


Di samping itu, sebagai wujud 3 komando yang provokatif dan rasis itu, militer mereka di mobilisasi secara masif dan dilakukan berbagai operasi-operasi militer. Mereka menembak orang-orang tua kami, bom areal perkampungan kami bahkan, menculik dan memperkosa mama-mama kami dan itu masih terjadi sampai hari ini, perjuangan kami untuk berpisah dari mereka dan merebut kembali kedaulatan kami selalu diperhadapkan dengan moncong timah panas, jeruji besi dan sepatu laras setelah, itu barang-barang peninggalan Belanda semua diambil dan dibawah pergi kemudian, berbagai usaha yang dikelolah oleh orang Papua diambil alih dan dikuasai oleh mereka.


KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PASCA PENCAPLOKAN

•••

Dalam merencanakan dan menetapkan serta menjalankan program di tanah kami, selalu dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan kami, tanpa meminta persetujuan dari kami. Mereka selalu menganggap kami tidak tidak bisa mengatur diri kami sehingga, mereka yang harus atur. 


Program pembangunan jalan yang menghubungkan seluruh Papua di masa presiden mereka, presiden Soeharto yang terus di kerjakan oleh presiden mereka seterusnya hingga presiden mereka saat ini, presiden Jokowi. 


Setelah mereka berhasil melakukan reformasi dengan melengserkan presiden mereka, Soeharto yang terkenal terlalu otoriter itu, di masa orang-orang tua kami yang bergabung dalam Tim-100 membawa proposal untuk meminta kedaulatan secara baik-baik kepada presiden mereka, B.J habibie namun, presiden mereka ini balik menipu orang tua kami, disuruh kembali dan pikirkan lagi, tau-taunya mereka merencanakan dan menetapkan Otsus di tahun 2001 dan memaksa kami untuk menerima. 


Setelah Otsus yang ditetapkan sepihak tahun 2001 ini berakhir, untuk melanjutkannya mereka melakukan hal yang sama. 


Kami terus di pandang bodoh, tertinggal, terbelakang, primitif dan mereka lebih merasa mereka lebih bisa, lebih hebat, lebih superior, lebih berkuasa atas kami. 


Disaat kami (rakyat Papua yang tidak ada hubungan dengan mereka) melakukan protes dan menyampaikan apa yang kami mau secara damai, bermartabat dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku kami, dianggap sebagai pengacau, pelaku kekerasan bahkan samakan kami dengan teroris dan malahan kami, di pukul, dicaci-maki, di injak-injak, diculik dan bahkan dibunuh dan diadili di pengadilan mereka dan menjatuhkan hukuman kepada kami dan dijebloskan dalam jeruji besi. Pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu dan sampai saat ini belum di usut tuntas hingga saat ini.


KEHIDUPAN SEHARI-HARI

•••

Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita di pandang dengan sebelah mata. Jika, kita sama-sama dalam angkutan umum mereka akan menutup hidung mereka dan menceritakan kita dengan bahasa mereka, di tolak disaat mencari tempat tinggal (kos-kosan, kontrakan), dipanggil dengan teriakan monyet, kerah, orang hitam dan masih banyak lagi. 


Dalam pelayanan diberbagai tempat umum seperti, rumah sakit dan kantor-kantor, disaat mau masuk perguruan tinggi cenderung kami dipersulit dan diperhambat.


PERSOALAN RASISME DALAM BEBERAPA TAHUN TERAKHIR

•••

"Pulangkan mahasiswa Papua dari kota Malang" ~. Walikota Malang, 2019


"Yel-yel : Usir-usir, usir Papua asu !.." ~ Surabaya, 2019


"Kepala Obby Kogoya di injak dan hidungnya ditarik oleh aparat kepolisian di Yogya, namun kemudian, Obby yang malahan dijatuhkan hukuman 6 bulan penjarah" ~ Yogya, 2016


"ASN yang kerjanya tidak becus akan dibuang ke Papua" ~ Risma, 2021


"Kepala seorang warga sipil di Merauke di injak oleh TNI AU di Merauke"  Merauke, 27 Juli 2021


Dan masih banyak lagi yang dapat kita rasakan dan jumpai di sekeliling kita. 


KESIMPULAN & SARAN 

•••

Semua ini adalah bentuk rasisme. Rasisme ini merupakan salah satu persoalan besar yang sudah berlangsung lama. Mereka merasa diri mereka lebih superior, lebih berkuasa dan lebih mendominasi sehingga, mereka dapat melakukan dan memperlakukan kami sesuai dengan apa yang mereka inginkan, apa yang mereka mau tanpa menghiraukan kami yang juga adalah manusia yang bermartabat yang hidup diatas tanah kami dan berjuang untuk kehidupan kami yang lebih baik dan lebih bahagia.


Kami diperlakukan semacam ini, tidak terlepas dari kekayaan alam kami yang begitu berlimpah. Ada emas, minyak, gas, hutan yang luas, ikan-ikan di laut dan lain sebagainya. Sehingga, ada hasrat ingin menguasai dan menduduki sehingga, mereka (Indonesia) juga disebut sebagai kolonial (penjajah). Dan mereka ini tidak melakukan semua ini sendiri, mereka bekerja sama dengan pengusaha-pengusaha yang memiliki modal (uang) besar yang hasratnya ingin menumpukan tanpa henti dan tanpa ada rasa puas seperti, PT. Freeport Mc MoRan, LNG tanggu, Miffee dan masih banyak lagi, ini disebut dengan imperialis.


Sehingga, untuk melawan rasisme tidak terlepas dari melawan dan menghancurkan kolonialisme dan imperialisme.


#PapuaLivesMatter

0 Post a Comment: