Translate

Rabu, 04 Desember 2024

Kapitalisme Membuat Kita Buta Terhadap Kenyataan

 

Image : Capitalismo es Genocida

Oleh : Nuelft


1. Manipulasi Media dan Iklan

Kapitalisme berfungsi melalui media massa dan industri iklan yang mempromosikan narasi tertentu untuk menjaga stabilitas sistem ekonomi yang ada. Media sering kali dikuasai oleh korporasi besar yang memiliki kepentingan untuk mempertahankan status quo.


Akibat: Masyarakat sering disuguhkan dengan informasi yang terbatas atau terdistorsi. Berita yang disampaikan seringkali hanya menguntungkan penguasa kapitalis atau tidak memperlihatkan kesenjangan sosial, eksploitasi, atau kerusakan yang terjadi akibat sistem kapitalis. Hal ini menciptakan gambaran realitas yang tidak utuh dan memengaruhi persepsi masyarakat, sehingga mereka tidak menyadari ketimpangan yang terjadi di sekitar mereka.


2. Konsumerisme yang Meningkat

Kapitalisme mempromosikan budaya konsumerisme, di mana kebahagiaan dan kesuksesan diukur berdasarkan kemampuan untuk membeli barang dan jasa. Dengan terus-menerus dibius oleh iklan dan promosi yang mendorong pembelian, masyarakat cenderung teralihkan dari masalah-masalah mendasar yang menyangkut ketidakadilan sosial dan ekonomi.


Akibat: Masyarakat lebih fokus pada konsumsi barang dan status sosial yang ditentukan oleh kekayaan atau barang material, alih-alih memperhatikan ketimpangan yang terjadi atau sistem yang menciptakan ketidakadilan ini. Ini membuat mereka "buta" terhadap realitas ketidaksetaraan yang lebih luas.


3. Individualisme yang Didorong oleh Kapitalisme

Kapitalisme mengutamakan individualisme, yaitu ide bahwa kesuksesan atau kegagalan adalah hasil dari usaha pribadi, bukan akibat dari struktur sosial atau ekonomi yang ada.


Akibat: Masyarakat diajarkan untuk fokus pada pencapaian pribadi dan mengabaikan peran sistem sosial dan ekonomi dalam membentuk peluang atau kesulitan hidup mereka. Ini menciptakan ilusi bahwa mereka bisa berhasil dengan usaha sendiri, sementara kenyataannya banyak orang dibatasi oleh faktor-faktor eksternal yang di luar kendali mereka, seperti ketimpangan ekonomi, akses pendidikan, atau kesempatan kerja.


4. Narasi Pembangunan dan Modernisasi

Kapitalisme sering kali menggunakan narasi "pembangunan" dan "kemajuan" sebagai cara untuk membenarkan kebijakan atau proyek yang sebenarnya merugikan banyak orang, seperti perampasan tanah, penggusuran, atau penghancuran lingkungan.


Akibat: Masyarakat sering diberitahu bahwa segala bentuk pembangunan atau ekspansi ekonomi adalah hal yang baik, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap orang-orang yang terdampak atau lingkungan. Ini menciptakan ketidaktahuan tentang ketidakadilan yang ada di balik proyek-proyek pembangunan tersebut.


5. Pembodohan Sistem Pendidikan

Sistem pendidikan dalam kapitalisme sering kali tidak mengajarkan keterampilan kritis untuk memahami atau menganalisis sistem sosial, ekonomi, dan politik yang ada. Fokusnya lebih pada pelatihan untuk pasar kerja daripada membekali individu dengan pemahaman mendalam tentang bagaimana struktur kekuasaan dan kapitalisme bekerja.


Akibat: Masyarakat tidak diberi alat untuk berpikir kritis tentang ketidakadilan atau struktur sosial yang ada. Sebaliknya, mereka hanya diberi pengetahuan yang berguna untuk berfungsi dalam sistem kapitalis tanpa mempertanyakan sistem itu sendiri. Ini membuat mereka "buta" terhadap mekanisme yang menindas mereka.


6. Kriminalisasi Perlawanan

Kapitalisme, terutama ketika berpadu dengan kekuasaan negara, cenderung menanggapi perlawanan terhadap sistem dengan kekerasan atau kriminalisasi. Organisasi atau individu yang berusaha melawan eksploitasi atau ketidakadilan sering kali diberi label sebagai ekstremis, separatis, atau ancaman terhadap stabilitas negara.


Akibat: Masyarakat menjadi takut untuk melawan atau bahkan mempertanyakan sistem kapitalis. Mereka disosialisasikan untuk menganggap bahwa perlawanan terhadap kapitalisme adalah sesuatu yang negatif atau berbahaya, sehingga mereka terjebak dalam keyakinan bahwa sistem ini tidak bisa atau tidak perlu diubah.


7. Normalisasi Ketimpangan Sosial

Kapitalisme menciptakan ketimpangan sosial yang sangat besar antara kaya dan miskin, namun ketimpangan ini sering kali dipresentasikan sebagai sesuatu yang "alami" atau tidak bisa dihindari dalam masyarakat.


Akibat: Ketimpangan tersebut menjadi terlihat sebagai bagian dari kehidupan yang normal, dan banyak orang mulai menerima ketidaksetaraan sebagai hal yang tidak bisa diubah. Mereka menjadi "buta" terhadap fakta bahwa ketimpangan ini adalah hasil dari kebijakan ekonomi dan sistem yang didorong oleh kapitalisme, bukan sesuatu yang tak terhindarkan.


8. Kehilangan Keterhubungan dengan Alam dan Komunitas

Kapitalisme juga merusak hubungan manusia dengan alam dan komunitasnya. Sumber daya alam sering kali dieksploitasi untuk keuntungan jangka pendek, tanpa memperhatikan dampak jangka panjang bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal.


Akibat: Masyarakat, terutama di kota-kota besar, menjadi terputus dari realitas yang dihadapi oleh masyarakat yang bergantung pada alam dan komunitas mereka untuk bertahan hidup. Mereka tidak menyadari dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh sistem kapitalis atau cara hidup mereka yang tidak berkelanjutan.

Senin, 02 Desember 2024

Puisi- disekitar pohon lontar pingiran Oesapa


                       Foto : Pohon lontar



 Papua, Tanah yang Diputarbalikkan

(untukmu, Tanah Cenderawasih)

Papua, tanah yang kaya akan cerita,
Dimana pohon-pohon berbicara dalam sunyi,
Dan laut menyimpan sejarah yang terpendam,
Namun kini, sejarah itu terbungkam oleh kapitalisme.

Tanahmu yang subur, hasil alammu yang melimpah,
Tapi semuanya dihitung dalam angka-angka,
Di balik setiap tambang dan ladang sawit,
Ada darah yang tak pernah dihitung oleh mereka.

Kapitalisme datang dengan janji palsu,
Menyebut pembangunan, namun menyisakan puing,
Mereka menulis sejarah dengan pena kekuasaan,
Tanahmu dipisah-pisah, suara rakyat disisihkan.

Dari tanah ulayat yang hilang,
Hingga kebun dan hutan yang berubah menjadi batu,
Mereka berkata "kemajuan",
Namun yang tumbuh adalah kesedihan yang terpendam.

Anak-anak Papua, mata mereka berbinar,
Namun harapan itu meredup di bawah bayang-bayang
Dari tambang emas yang menghisap kehidupan,
Dan jalan-jalan yang tak pernah selesai dibangun.

Tapi jangan kau lupakan, Papua,
Bahkan dalam bisu, sejarahmu tetap berbicara,
Kami tahu apa yang kau tanggung,
Kami tahu suara-suaramu yang hilang.

Kapitalisme bisa membungkam,
Tapi tak akan pernah bisa menghapuskan ingatan,
Karena tanah ini, Papua,
Adalah kisahmu yang terus hidup dalam hati kami.

Kamis, 28 November 2024

Sambil duduk di sebuah pantai, Kota Kasih, menikmati pancaran matahari yang indah dengan segelas kopi dan sebatang rokok saga. Saya menikmati itu sambil menuliskan beberapa puisi ini.



Foto : Senja dipinggir kota kasih


Oleh : Nuelft

Di Bawah Bayang Kapitalisme


Di tanah yang subur, di bawah langit biru,

Papua berdiri, dengan semangat yang tak pernah pudar.
Namun kini, bayang kapitalisme datang menghampiri,
Menghancurkan hutan, merenggut tanah air mereka.

Dari pegunungan tinggi hingga lembah yang dalam,
Mereka menyaksikan tambang emas, hutan yang gundul,
Pohon-pohon yang dulu tumbuh di tanah leluhur,
Kini tumbang, dibawa arus kerakusan yang tak terhingga.

Wajah-wajah yang dulu riang, penuh cerita,
Kini tertutup debu, kehilangan arah.
Pabrik-pabrik menjulang, mengubah wajah desa,
Mereka menjadi bayang-bayang di negeri sendiri,
Populasi berkurang, sejarah mereka tergerus.

Orang-orang Papua, penjaga alam ini,
Tertinggal dalam dunia yang dijual untuk keuntungan.
Ladang mereka digantikan dengan batu bara,
Hutan mereka menjadi papan skor bagi korporasi.

Kesejahteraan hanyalah mimpi di balik besi dan beton,
Kapitalisme datang dengan senyum palsu,
Janji kemakmuran, namun kebebasan hilang,
Tanah yang mereka pijak kini milik yang lain.

Di bawah bayang kapitalisme, Papua tersingkir,
Tertindas, namun tetap bertahan,
Karena tanah dan darah kami tak akan hilang,
Meski suara kami sering kali tenggelam.

Wahai Papua, tanah yang merdeka,
Kami menyaksikan, kami mendengar,
Meski negara menghapus sejarah kami,
Kami tetap berada pada jalur kebenaran

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lahan yang Tertukar


Di bawah langit tropis yang biru,
Merauke, tanah yang dulu bebas,
Kini terluka, diterjang beton dan besi,
Oleh arus kapitalisme yang datang tanpa izin.

Ladang padi, hutan lebat, dan sungai yang jernih,
Menjadi saksi bisu akan janji palsu,
Tanah yang subur, kini tergerus,
Diambil, dijual, digusur untuk keuntungan besar.

Perusahaan besar datang dengan senyum manis,
Menawarkan pembangunan, katanya untuk kemajuan,
Tapi yang dibangun hanya kekayaan bagi segelintir orang,
Sementara rakyat terabaikan, tanah mereka hilang.

Hutan yang dulu menari bersama angin,
Sekarang menjadi lahan perkebunan sawit dan kelapa,
Ditanam oleh tangan yang tak mengenal cinta,
Dijual ke pasar dunia, tanpa suara rakyat yang menangis.

Orang Merauke, penjaga tanah leluhur,
Melihat tanah mereka berpindah tangan,
Tanpa ada yang bertanya,
Tanpa ada yang mendengar jeritan mereka.

Di balik kata "kemajuan" dan "investasi,"
Ada penderitaan yang tersembunyi,
Ada anak-anak yang tak lagi mengenal hutan,
Ada nenek moyang yang tergantung pada tanah yang kini tercuri.

Kapitalisme datang seperti badai,
Membawa perubahan tanpa ampun,
Merauke yang dulu damai, kini terpecah,
Di bawah kaki perusahaan yang tak tahu arti keadilan.

Wahai Merauke, tanah yang terampas,
Apakah kami akan terus diam?
Di mana suara hakmu?
Kapan tanahmu kembali pada pemiliknya?

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tanah yang Tak Lagi Milik Kami


Dulu, tanah ini milik kami,
Dibajak oleh tangan nenek moyang,
Hutan yang lebat, laut yang luas,
Sumber kehidupan, berkah yang tak ternilai.

Namun, di bawah bendera kapitalisme,
Datanglah mereka dari luar,
Dengan janji-janji kemajuan,
Menukarkan tanah subur ini dengan utang dan harapan kosong.

Transmigrasi—sebuah kata yang tak pernah kami pahami,
Menggunduli tanah-tanah kami,
Membawa ribuan orang ke sini,
Menciptakan ruang baru, tapi melupakan kami yang sudah ada.

Dari Jawa, Sumatra, Bali, dan pulau-pulau jauh,
Mereka datang, mencari kehidupan baru,
Diberikan tanah, rumah, dan harapan,
Sementara kami, pemilik sejati, terpinggirkan.

Kapitalisme berbisik di telinga para penguasa,
"Membangun, menguasai, memperkaya,"
Di balik kata pembangunan,
Ada tanah yang kami cintai,
Yang kini terjual dalam bentuk kebijakan.

Sawah dan ladang yang dulu kami garap,
Kini dikelola oleh tangan asing,
Bukan tangan kami yang sudah menanam sejak dulu,
Tanah kami yang dulu hijau kini disulap menjadi kebun,
Diperuntukkan bagi pasar dunia,
Bukan lagi untuk anak-anak kami yang lahir di sini.

Wajah kami semakin sedikit,
Di tengah lautan orang asing yang datang,
Transmigrasi telah mengubah wajah kami,
Tapi tak mengubah nasib kami yang terus terpinggirkan.

Tanah Papua, tanah kami,
Apakah kau akan terus tergerus?
Berapa lama lagi kami bisa bertahan,
Sebelum tanah ini hanya menjadi kenangan?

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Suara yang Terbungkam di Tanah Papua


Di bawah langit Papua yang luas,
Tanah ini dulu berbicara,
Suara nenek moyang bergema di setiap lembah,
Hutan, sungai, dan gunung adalah saksi,
Tentang hidup yang seimbang dengan alam.

Namun kini, tanah itu diam,
Suara-suara yang dulu berani,
Kini hanya bisikan yang tenggelam,
Terbungkam dalam bayang kapitalisme.

Batu bara dan sawit datang membawa janji,
Kata-kata manis tentang kemajuan dan kekayaan,
Tapi yang datang adalah kesedihan,
Hutan yang rimbun menjadi gundul,
Tanah yang subur menjadi lahan korporasi.

Orang Papua menunduk,
Tak lagi ada yang berani bersuara,
Tak ada lagi jeritan yang menggema,
Karena mereka takut,
Takut kehilangan tanah yang masih tersisa,
Takut menghadapi kekuatan yang lebih besar.

Kapitalisme datang dengan uang dan senyum,
Menghancurkan harapan yang ada,
Tangan-tangan yang dulu menggenggam tanah,
Kini hanya terulur dalam ketidakberdayaan,
Karena suara mereka tak akan didengar
Di dunia yang sudah dijual.

Mereka tahu tanah ini telah dibajak,
Tapi mereka tak bisa melawan,
Hanya bisa diam,
Menatap tanah mereka yang semakin hilang,
Tak ada lagi yang berani berkata,
Karena kapitalisme sudah menanamkan rasa takut.

Di tanah yang dulu penuh hidup,
Sekarang hanya ada keheningan,
Suara-suara itu terbungkam oleh emas dan beton,
Orang Papua, apakah kau tak lagi mengenal suaramu?
Ataukah kapitalisme telah menghapus keberanianmu,
Di tanah yang seharusnya tetap milikmu?

NEO-KOLONIALISME - PENJAJAHAN GAYA BARU

Foto : Seorang warga Nigeria Menolak neokoloalisme


Oleh : Nuelft

Neo-kolonialisme merujuk pada fenomena di mana negara-negara merdeka atau bekas koloni tetap terjebak dalam ketergantungan ekonomi, politik, dan budaya terhadap negara-negara penjajah atau negara-negara besar lainnya, meskipun mereka secara formal sudah merdeka. Meskipun tidak ada penguasaan fisik atau teritorial lagi oleh negara penjajah, kontrol ekonomi dan politik tetap ada, seringkali melalui kekuatan pasar global, utang internasional, dan pengaruh lembaga-lembaga internasional.

Neo-kolonialisme muncul setelah Perang Dunia II, ketika banyak negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin memperoleh kemerdekaan, namun ketergantungan mereka terhadap negara-negara kolonial atau kekuatan besar lainnya tidak berkurang. Untuk memahami sejarah neo-kolonialisme, kita perlu melihat perkembangan pasca-perang dunia kedua, termasuk transisi dari kolonialisme tradisional ke bentuk penjajahan yang lebih halus ini.

1. Perang Dunia II dan Lahirnya Negara Merdeka

Setelah Perang Dunia II, banyak negara di Asia dan Afrika yang sebelumnya dijajah oleh kekuatan Eropa (seperti Inggris, Prancis, Belanda, dan Spanyol) mulai meraih kemerdekaan. Proses dekolonisasi ini dipicu oleh beberapa faktor:

  • Kelemahan Kolonialisme Pasca-Perang: Negara-negara Eropa yang terlibat dalam Perang Dunia II mengalami kerusakan besar, baik secara ekonomi maupun militer. Setelah perang, banyak negara penjajah tidak mampu lagi mempertahankan kontrol atas wilayah kolonial mereka.
  • Gerakan Nasionalisme: Di banyak koloni, muncul gerakan-gerakan nasionalis yang menuntut kemerdekaan. Pemimpin seperti Mahatma Gandhi di India, Kwame Nkrumah di Ghana, dan Sukarno di Indonesia memainkan peran penting dalam memperjuangkan kemerdekaan negara-negara mereka.
  • Pengaruh Perang Dingin: Ketegangan antara Amerika Serikat (Blok Barat) dan Uni Soviet (Blok Timur) selama Perang Dingin juga mempengaruhi proses dekolonisasi. Kedua kekuatan besar ini sering berusaha untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara baru yang merdeka, dengan janji untuk membantu mereka dalam pembangunan.

Namun, meskipun negara-negara ini meraih kemerdekaan politik, mereka tetap terjebak dalam struktur ekonomi yang bergantung pada negara-negara besar, yang kemudian menciptakan bentuk penjajahan baru yang lebih halus—neo-kolonialisme.

2. Proses dan Karakteristik Neo-Kolonialisme

Setelah kemerdekaan, negara-negara yang baru merdeka sering kali tidak memiliki sumber daya atau kapasitas untuk mengelola ekonomi mereka secara mandiri. Oleh karena itu, mereka tetap bergantung pada negara-negara maju dalam beberapa hal, yang membuka pintu bagi dominasi ekonomi dan politik negara-negara besar. Neo-kolonialisme ditandai oleh beberapa karakteristik utama:

A. Ekspansi Kapitalisme Global

Setelah Perang Dunia II, kapitalisme global semakin meluas. Perusahaan multinasional, yang berbasis di negara-negara maju, mulai menguasai industri dan sumber daya alam di negara-negara yang baru merdeka. Negara-negara berkembang menjadi pemasok bahan mentah (minyak, logam, produk pertanian) yang dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan Barat, sementara keuntungan dari eksploitasi ini mengalir kembali ke negara-negara maju.

  • Contoh: Diindonesia itu sendiri ekspansi kapitalisme global dimulai pada tahun 1967 ketika perusahan PT Freeport Amerika masuk melalui ijin undang-undang penanaman modal asing oleh presiden Soeharto.  Perusahaan-perusahaan seperti ExxonMobil (Amerika Serikat) dan Shell (Inggris-Belanda) mengontrol sektor energi di negara-negara berkembang, terutama di Timur Tengah dan Afrika.   sementara negara-negara ini sering kali hanya menerima sedikit keuntungan dari sumber daya alam mereka.

B. Pengaruh Politik dan Ekonomi Internasional

Negara-negara besar menggunakan organisasi internasional seperti IMF (Dana Moneter Internasional) dan Bank Dunia untuk mengontrol kebijakan ekonomi negara-negara berkembang melalui pinjaman dan bantuan. Pada banyak kasus, negara-negara yang merdeka harus menerima syarat-syarat yang merugikan, seperti struktur penyesuaian struktural  yang mengharuskan mereka mengurangi subsidi sosial, membuka pasar mereka untuk produk asing, dan memperkenalkan kebijakan neoliberal.

  • Contoh: Negara-negara Afrika yang menerima bantuan ekonomi dari IMF atau Bank Dunia seringkali diharuskan untuk mengimplementasikan kebijakan yang lebih menguntungkan perusahaan multinasional, seperti privatisasi sektor publik, yang mengarah pada pengurangan kontrol lokal atas ekonomi mereka.

C. Intervensi Politik dan Militer

Dalam beberapa kasus, negara-negara besar menggunakan kekuatan militer atau dukungan politik untuk memastikan bahwa negara-negara yang baru merdeka tetap mengikuti kebijakan yang mendukung kepentingan mereka. Misalnya, negara-negara Barat sering kali mendukung pemerintahan yang pro-Barat melalui kudeta militer atau intervensi langsung jika pemerintahan yang terpilih dianggap "terlalu kiri" atau pro-komunis.

  • Contoh: Pada tahun 1953, CIA Amerika Serikat terlibat dalam kudeta di Iran yang menggulingkan pemerintahan Mohammad Mossadegh yang dipilih secara demokratis karena ia mencoba menasionalisasi industri minyak Iran. Di indonesia presiden Soekarno yang dianggap kiri pun digulingkan melalui berbagai peristiwa G30SPKI yang pada akhirnya Soekarno mengeluarkan SUPERSEMAR untuk menjadikan soeharto sebagai pemimpin negara.

Selain pengaruh politik dan ekonomi, negara-negara besar juga melakukan ekspansi budaya sebagai bentuk neo-kolonialisme. Melalui media, film, musik, dan budaya pop, negara-negara maju (terutama Amerika Serikat) mengimpor nilai-nilai kapitalis dan gaya hidup Barat ke negara-negara berkembang. Hal ini menciptakan ketergantungan budaya dan memperlemah identitas budaya lokal di negara-negara yang merdeka.

  • Contoh: Penyebaran budaya pop Amerika melalui film Hollywood, musik, dan televisi mendominasi pasar media global, membentuk pandangan hidup dan pola konsumsi masyarakat di negara-negara berkembang. Dalam hal ini budaya Koteka di  Papua juga semakin punah dimana dengan menggunakan koteka akan dianggap sebagai penghambat keuntungan modal dari penjualan baju itu sendiri.

 

Puisi- Tentang Papuaku

 

      Ilustrasi : Pelajar di pedalaman papua


Oleh : Nuelft 

Di bawah langit yang masih biru,
Tanah Papua yang kaya, terjamah oleh waktu,
Kapitalisme datang dengan janji manis,
Menghamparkan ladang emas di balik darah dan air mata.

Bumi yang dulu merdeka, kini terbelenggu,
Di antara hutan dan laut yang tak lagi milik mereka,
Perusahaan besar, datang dengan segala kuasa,
Merampas tanah, mengorbankan jiwa-jiwa yang tak bersuara.

Mereka yang hidup dengan tanah,
Kini berdiri terpinggirkan,
Harta melimpah bagi segelintir tangan,
Sementara kekayaan alam Papua, lepas ke luar negeri.

Di sana, di kaki gunung dan lembah,
Orang-orang adat menatap tanpa bisa berkata,
Anak-anak Papua yang tak tahu apa itu "investasi",
Hanya tahu bahwa hidup mereka direbut oleh korporasi besar.

Tertindas oleh gelombang pembangunan yang menyusup,
Tanpa peduli pada hak-hak yang seharusnya mereka terima,
Kapitalisme membungkam mereka dalam diam,
Sementara suara keadilan menghilang dalam hembusan angin.

Tapi meski tanah itu dirampas,
Semangat itu tak akan pernah padam,
Papua, di hati orang-orang yang memperjuangkanmu,
Adalah tanah yang tak akan tunduk pada kekuatan yang menindas.

Selama ada darah yang mengalir di tubuh mereka,
Selama tanahmu masih berdetak di hati mereka,
Kapitalisme tak akan bisa merampas kebebasan sejati,
Karena Papua, adalah milikmu, untuk selamanya.

Kota kasih, 27/11/2024

Kamis, 21 Maret 2024

Tak Ada Jaminan Hidup Bagi Orang Papua Dalam Bingkai NKRI




Ilustrasi konflik bersenjata di papua


Oleh : Nuelft

    Kehadiran aktivitas tambang Freeport telah banyak memberikan dampak buruk bagi rakyat West Papua (khususnya suku Amungme dan Kamoro yang berhubungan langsung dengan dampak dari limbah, kerusakan alam, dan konflik-konflik horizontal yang dimenajemenkan oleh aparatur negara/sekuriti perusahaan, juga kesehatan yang buruk). Keberadaan sosial suku Amungme dan Kamoro; hal yang sama juga dihadapi oleh masyarakat yang berada di daerah di mana perusahaan nasional dan multi nasional berada, dan wilayah strategis kepentingan kapital negara dan borjuasi: infrastruktur jalan, pembangunan kota, dan sebagainya. Hal ini mencerminkan keberadaan sosial yang sangat krusial dan memprihatinkan; mencerminkan hak hidup orang Papua yang sangat tidak dihargai.
    Hal mengesampingkan dan tidak menghargai hak hidup orang Papua ini bukan saja baru terjadi. Catatan terpenting, Papua dicaplok ke dalam NKRI demi mengamankan komoditi bahan mentah produksi manufaktur; komoditi kapital; kepentingan ekonomi politik negera-negara kapitalis tentunya. Salah satunya, yang kita kenal saat ini adalah perusahaan raksasa dunia milik imperialis Amerika Serikat.
    Kehadiran Freeport (1963: Freeport sudah beroperasi di West Papua, 1967: tahun kontrak pertama Freepot dilakukan)—menurut saya—adalah sebab akibat dari sejarah massa silam, di mana sistem Pemerintahan Indonesia mengklaim West Papua dengan dalil jajahan Hindia-Belanda (baca: TRIKORA di Alun-Alun Yogyakarga oleh Soekarno pada 19 Desember 1961)—selanjutnya, terjadi pembataian, pembunuhan terhadap orang-orang Papua oleh militer Indonesia melalui operasi-operasi militeristik yang dilancarkan; juga diiringi dengan terjadinya pembantaian di Jawa pasca 1965-1966; mereka adalah kaum yang (salah satunya) anti terhadap imperialisme.
    Historis keberadaan Freeport; penandatanganan kontrak karya pertama dilakukan pada 7 April 1967 silam. Saat itu, West Papua belum menentukan pendapat suara rakyat, apakah mereka harus ikut Indonesia atau berpemerintahan sendiri, seperti yang dibahas dalam New York Agreement (1962), dan direalisasikan dalam pelaksanaan Pepera pada 1969; dan saat itu, belum diakui oleh dunia internasional soal keberadaan Papua dalam NKRI. Pelaksanaan New York Agreement (1962) juga tidak melibatkan orang Papua dalam proses pembahasannya. Dan, hal itu terbukti pada saat proses Pepera dilaksanakan: Pepera cacat hukum internasional, juga memperoleh suara manipulatif; orang-orang Papua diteror dan diintimidasi saat berlangsungnya Pepera.
    Kini, 50 tahun usia Freeport mengkeruk emas, tembaga, tima, batu bara, mineral di West Papua. Sekian tahun telah berlalu, Freeport hanya memberikan dampak buruk bagi kelangsungan hidup bagi bangsa West Papua. Dampaknya tidak hanya datang dari kerusahkan lingkungan saja. Tapi, penjajahan yang masih masif dilakukan oleh aparatur (negara) ideologis: hukum dan pengadilan, UU dan parlementer, pendidikan dan budaya; dan juga oleh aparatur reaksioner: militer organik maunpun non organik. Penjajahan itu terjadi sebelum PT FI beroperasi di West Papua—Trikora (19 Desember 1961) adalah awal penjajahan di atas tanah Papua.
    Dari Rezim Soekarno-Hatta hingga Jokowi-Jusuf Kala tak ada bedanya. Kehadiran sistem Negara Kolonial Indonesia (baca: Indonesia) di tanah Papua terus memperbaharui tatanan penjajahan, dan cara-cara pendekatan sosial Papua yang sangat memperbudak secara halus. Hal itu dapat kita lihat dari kebijakan-kebijakan setiap rezim dari periode ke periode selanjutnya.
    Rezim Soeharta yang berwajah otoriter dan selalu mendekati rakyat dengan tangan besi; telah berhasil melancarkan berbagai rangkaian operasi-operasi militer, yang dimulai sejak Operasi Trikora (1961) yang dikomandoi oleh Soeharta; hingga 1998, tragedi Biak Berdarah disertai penangkapan tokoh-tokoh politik, pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan banyak macam khasus yang hingga sampai saat ini belum diungkapkan.
    Selanjutnya, Rezim Gurdur. Walau singkat ia menjabat di kursi kepemimpinan Negara Indonesia, tetap ia melahirkan produk penjajahan yang bernama Otonomi Khusus (baca: Otsus) untuk West Papua. Diberikan Otsus dengan label separatis dan menjaga eksistensi kesatuan negara yang—katanya—plural ini. Dampak dari Otsus, terjadi pemekaran Provinsi Papua dan Papua Barat (2004). Disusul lagi dengan pemekaran kabupaten baru, kecamatan baru, desa hingga RT, RW yang sebetulnya adalah tidak memenuhi syarat jumlah orang Papua yang siap menduduki. Maka, strategi selanjutnya adalah diberlakukan trasmingrasi besar-besaran ke West Papua untuk menduduki di setiap daerah pemekaran dan untuk menguasai tanah-tanah kosong, juga untuk kemudian yang terjadi hari ini adalah buruh-buruh sawit, buruh perusahaan minyak di Sorong, gas di Bintuni, dan Freeport hingga pasar, usaha-usaha ekomoni miko dan makro dikuasai oleh orang-orang transmigrasi.
    Setiap sektor kehidupan didominasi oleh orang-orang transmigrasi yang sebetulnya mereka diusir dari pulau luar Papua untuk kepentingan investasi dan menguasai tanah-tanahnya. Mereka dikirim ke Papua atas nama ideologi NKRI harga mati, dan mengembalikan Papua ke Ibu Pertiwi. Maka, kuasailah semua lini sektor kehidupan. Orang Papua hanya menjadi penonton di atas tanahnya sendiri, akibat salah satunya adalah tidak diberdayakan, atau tidak diberikan kesempatan mengekpresikan ke-Papua-an.
    Indonesia menguasai di West Papua tidak hanya dengan tindakan fisik, tetapi juga hegemoninya. Suprastruktur Negara Indonesia dibangun di Papua untuk meng-Indonesia-kan orang-orang Papua. Mulai dari penerapan kurikulum pendidikan di West Papua, tentu Jawa sentris. Di atas itu, propaganda hegemoni kolonialisme tuannya imperialisme sangat masif dilakukan—bentuklah kesadaran sosial oleh hegemoni dan suprastruktur negara. Indonesia membangun perkembangan generasi Papua ini justru jauh dari alam yang seharusnya mereka berdialektika. Itu yang disebut program Gusdur yang menolak referendum. Otsus-lah menjadi jawaban (penyelesaian) bagi Gusdur untuk persoalan aneksasi West Papua.
    Dampak dari Otsus, tanpa memberdayakan orang Papua dalam hal pengetahuan dan ketrampilan, dibanjirkanlah uang dalam produk PNPM Mandiri, RESPEK, 1 Miliyar Dana Pembangunan Desa; dan beras ke pelosok perkampungan dalam produk JPS, BULOG. Hingga sampai saat ini, rakyat West Papua dibuat ketergantungan di atas negerinya sendiri.
    Pada Rezim Susilo Bambang Yodoyono dan Boediono—pendekatan yang dilakukan pada rakyat West Papua adalah pertama, barbarisme. Dibuka pengiriman minuman keras ke Papua, berlabel khusus untuk Irian Jaya, diperdagang secara terbuka dan legal, bebas konsumsi bagi siapapun, dibuka prostitusi dimana-mana secara legal. Dan kesimpulannya, hancurlah sudah generasi West Papua. Kemudian,meningkat pula penderita virus/penyakit HIV/AIDS di West Papua. Angka kematian meningkat drastis menurut setiap data statistik. Dipropaganda kebudayaan orang Papua adalah “mabuk” (mengonsumsi minuman keras). Lalu, pendekatan aparatur kepada para pemabuk dilakukan dengan cara menghakimi, pengejaran, penangkapan, dan terakhir hanya ada di dua tempat bagi mereka: kuburan atau penjara.
    Kemudian, pada periode Rezim Jokowi Dodo dan Jusuf kala—rezim yang diagung-agungkan oleh publik tentang Jokowi yang dermawan, Jokowi yang merakyat dan peduli terhadap keberadaan sosial yang sangat prihatin, adalah omongan yang penuh tipu. Di balik semua itu, banyak pertumpahan darah yang terjadi di West Papua. Tak ada bedanya dengan rezim-rezim sebelumya. Lebih kejam dari Rezim Sorharto dan Gusdur.
    Dibuka bebas investasi di West Papua, tanah Papua diduduki perusahaan sawit di mana-mana. Perusahaan masuk menduduki seluruh dataran wilayah West Papua dan menggeserkan, lalu mengasingkan orang-orang West Papua dari buminya, membangun infrastruktur dan pembangunan kota untuk kepentingan akses hasil eksploitasian untuk dibawa pergi keluar Papua. Rakyat Papua hanya mendapatkan tangisan, pembunuhan, penangkapan, pemerkosaan, intimidasi, diskriminasi, dan tindakan-tindakan militeristik dan rasialisme.
    Atas sifat Indonesia yang menunjukan sikap superior, dan menjajah di West Papua, telah membuktikan bahwasannya populasi orang Papua hanya 42,24% : 1.961.000 juta jiwa orang Papua dari keseluruhan manusia yang ada di Papua: 4.642.000 juta jiwa. Sisanya: 2.681.000 (57,76%) juta jiwa adalah aparat militer dan non Papua (Hasil Penelitian International Coalition for Papua : 2015. Hal. 80). Kemudian, dari jumlah populasi orang Papua di atas, sebanyak 7.146 orang terkena virus HIV positif dan yang penderita AIDS: 78,292 orang Papua (Data Laporan Kementerian RI: 2016). Dan, untuk mereka (penderita) tidak ada obat penyembuhan. Rumah sakit tidak ada di pelosok perkampungan. Di perkotaan ada rumah sakit, tapi tak ada sarana prasarana karena dokter buka tempat praktek dan apotik pribadi untuk memupuk kapital.
    Hal lain adalah, aspirasi rakyat West Papua untuk menentukan nasip sendiri bagi orang Papua—yang juga menjadi tanggung jawab Konstitusi Negara Indonesia—dihadapi dengan tindakan-tindakan militeristik (yang terjadi sejak 1961 melalui Operasi Bratayuda dan operasi-operasi lainnya): direpresi secara reaksioner, penangkapan para aktivis, penjaraan hingga pembunuhan pun sangat sering.
    Lalu, orang-orang West Papua diharuskan (dipaksakan) untuk menuruti kemauan Indonesia. Program Keluarga Berencana dikampanye ke pelosok-pelosok, lewat gereja-gereja, sekolah-sekolah, balai-balai kesehatan. Hal itu diharuskan dengan dalil mengurangi jumlah kelahiran penduduk Indonesia yang setiap tahun bertambah. Bah, ini keliru! Hal lain adalah tanah adat dirampas dengan dalil tanah milik negara. Untuk memudahkan—legalisasi—transaksi tanah, Indonesia menerapkan tanah sertifikasi di West Papua. Itu yang terjadi di West Papua. Indonesia menanamkan (menyebarluaskan) budaya, ideologi, filsafat, ide, nilai, dan norma lewat ilmu pengetahun, lalu disebar luaskan ke seluruh tempat di mana orang Papua mendapatkan akses ilmu pengetahuan. Mereka menyuntik ajaran-ajaran mistis lewat propaganda-propaganda untuk mengontrol pikiran orang Papua; orang West Papua sandar pada keinginan dan kemauan mereka (secara tidak langsung).
    Maka, dari kondisi keberadaan sosial yang telah tersirat di atas ini, telah memberikan cerminan hak penentuan nasib sendiri bagi orang Papua—pun dalam kerangka Negara Kolonial Indonesia—itu dipertanyakan soal tanggung jawabnya—pengakuan bahwa memang orang West Papua sedang dijajah.
    Kemudian, karena atas kampanye pelanggaran hak asasi manusia Papua yang mendunia atas tindakan kolonialis Indonesia, stigma separatisme, makar, teorisme—setelah dunia internasional mengakui terorisme dan separatisme adalah musuh negara dan dunia internasional—menjadi dalil perlakuan Indonesia terhadap orang-orang West Papua. Gerakan perlawanan rakyat diterima dengan moncong senjata. Hal itu, menurut saya, tidak hanya sebatas meredam gerakan rakyat. Sebab, tindakan represi terhadap gerakan rakyat itu sering memakan korban. Selain itu, kejadian-kejadian serupa seperti kanibal pun terjadi di West Papua. Masifnya pembunuhan terhadap manusia Papua pada malam hari. Sering ditemukan di mana-mana tubuh manusia Papua dalam kondisi tak bernyawa.
    Kini, Indonesia mengupayakan untuk meminimalisir tindakan pelanggaran hak asasi manusia oleh negara melalui aparaturnya. Maka, dibentuklah gerakan-gerakan sosial yang kontak terhadap gerakan rakyat Papua Barat. Konfilk-konfilk horizontal pun terus terjadi dan memakan korban dalam jumlah yang banyak. Kemudian, berkembangnya militerisme di West Papua dapat dilihat dari bangkitnya kelompok-kelompok reaksioner: Barisan Merah Putih, Pemuda Pancasila, Pemuda Adat Papua Indonesia, dan banyak unsur kelompok reaksioner yang sebetulnya motif tindakan mereka adalah sangat reaksioner dan sangat kontra terhadap persoalan kemanusiaan yang diperjuangkan oleh rakyat West Papua.
    Bermunculan kelompok reaksioner ini seraya tindakan-tindakan militeristiknya, serta setiap kebijakan program Jakarta di Papua yang mengikuti irama penjajahan di Papua menandai posisi Indonesia beserta tuannya imperialisme yang ketakutan terhadap gerakan West Papua yang sedang berapi-api memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa West Papua, yang dalilnya adalah bebas dari kolonisasi Indonesia dan cengkraman imperialisme global. Sebab, keberadaan sosial di dalam kerangka NKRI tidak menjamin hak asasi manusia Papua, dan justru membuka keran pemusnahan bagi ras Papua, ekologi, serta penghancuran alam Papua. Perjuangan rakyat West Papua; hal terpenting adalah soal kemanusiaan. Sekali lagi—menurut saya—soal kemanusiaan.

Senin, 20 November 2023

Jumat, 29 Juli 2022

TULISAN DAN TUNTUTAN MAHASISWA PAPUA UNTUK TOLAK DOB, OTSUS II DAN GELAR REFERENDUM UNTUK PAPUA

 

Foto : Mahasiswa Papua Kota Kupang, Aksi Tolak DOB dan Tolak OTSUS II


Oleh : Amp - Kupang

Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (UU DOB) Papua telah disahkan oleh DPR RI pada tanggal 30 Juni 2022 dan di ajukan ke pemerintah untuk mengeluarkan peraturan pemerintah (Perpu) namun hingga saat ini pemerintah (Joko Widodo) belum mengeluarkan Perpu maka tepat tanggal 30 Juli 2022 UU DOB Papua akan dinyatakan sah.

Namun proses pembahasan dan pengesahan RUU tentang DOB maupun Otsus Papua JILID II tersebut tanpa melibatkan rakyat Papua, juga Majelis Rakyat Papua (MRP) dan dilakukan secara sepihak oleh Jakarta. Lantas 3 provinsi yang akan dimekarkan adalah Provinsi Papua Tengah ibukotanya di Nabire, Provinsi Papua Selatan Ibu kotanya di Merauke, dan Provinsi Papua Pegunungan yang Ibukotanya di Jayawijaya dan Papua Barat daya di Sorong. Pembahasan Rancangan UU DOB dilakukan atas dasar perubahan pasal 76 UU No. 2 Tahun 2021 tentang otonomi khusus bagi provinsi Papua. Lantas rakyat Papua berkali-kali merespon kebijakan sepihak kolonilisime Indonesia dengan aksi demonstrasi besar-besaran, baik di Papua maupun di luar Papua, di Papua; Di Jayapura, Sorong, Wamena, Paniai, Dogiyai Deyai Nabire Serui, Biak, Manukwari, Merauke dan di Yahukimo yang berujung pada jatuhnya Korban jiwa. Diluar Papua; Jakarta, Bandung, Jogja, Semarang-Sala tiga, Surabaya, Malang, Jember, Bali, Makasar, Ambon, Ternate, Kupang dan Ambon.

Tentu, rakyat Papua menyadari bahwa Pemekaran tiga Provinsi dan Papua Baarat daya sudah direncanakan sebelum berdasarkan UU No. 21 tahun 2001 (yang kini sudah diubah menjadi pasal 76 UU No. 2 Tahun 2021). Bahwa produk UU tersebut merupakan bagian dari produk penjajahan bagi orang Papua. Oleh karena itu mengapa pembahasan RUU tentang DOB dan sebelumnya disepakati secara sepihak. Manfaatnya untuk mempertahankan kekuasaan penjajahan Indonesia di West Papua.

Tentu, rakyat Papua menyadari bahwa Pemekaran tiga Provinsi dan Papua Baarat daya sudah direncanakan sebelum berdasarkan UU No. 21 tahun 2001 (yang kini sudah diubah menjadi pasal 76 UU No. 2 Tahun 2021). Bahwa produk UU tersebut merupakan bagian dari produk penjajahan bagi orang Papua. Oleh karena itu mengapa pembahasan RUU tentang DOB dan sebelumnya disepakati secara sepihak. Manfaatnya untuk mempertahankan kekuasaan penjajahan Indonesia di West Papua.

 Lantas rakyat Papua dengan sadar menolak Otonomi Khusus (Otsus). Sebab, Pertama, Otsus diberikan oleh Jakarta untuk meredam gerakan rakyat Papua menuntut kemerdekaan bagi Bangsa West Papua, saat itu.

Kedua, berdasarkan UU Otsus Papua Jilid II Jakarta mempermudah proses pemekaran Provinsi Papua Barat, serta perluas Kota/Kabupaten, Distrik, dan seterusnya. Akibatnya banyak terjadi polarisasi. Kemudian, dinamika demokrasi dalam Kehidupan Masyarakat Papua sudah sangat jauh bergeser ke politik Identitas berdasarkan warna kulit, Gunung Pantai, Suku, Marga, hingga Kelompok berdasarkan kepentingan. Maka dengan adanya Daerah Pemekaran Baru (DOB), justru persaingan akan masif dari kondisi sebelumnya. Lantas nasib orang Papua yang jumlah populasinya sangat sedikit dari non-Papua di Papua akan dihadapkan dengan konflik justru mengalami perpecahan.

Ketiga, disisi lain, realita keberadaan orang Papua sangat jauh dari kata sejahtera. Kondisi rakyat Papua di sektor kesehatan dan gizi buruk terus meningkat; lalu buta huruf dan buta aksara paling tinggi di wilayah penghasil Emas dan Migas paling banyak di Indonesia itu. Kemudian kemiskinan juga paling tinggi. Ironisnya Kabupaten Timika merupakan contoh salah satu kota termiskin di Papua. Padahal PT. Freeport berada di Kabupaten Timika. Dan Masih banyak lagi persoalan-persoalan di berbagai sektor.

 Empat, marginalisasi merupakan salah satu bentuk penjajahan di West Papua. Dari jumlah orang Papua yang sedikit menemukan problem ketersediaan tenaga produktif manusia Papua yang mengisi di semua lini kehidupan suatu daerah pemekaran. Kondisi penjajahan ini berakibat pada lambatnya perkembangan sumber daya manusia Papua.

Lima, Pemekaran akan membuka penambahan markas militer (TNI/Polri) di Papua. Sebab pemerintah Indonesia yang masih menggunakan pendekatan militeristik Papua sampai saat ini. Sepanjang tahun 1962-2004, paling sedikit 500 ribu jiwa rakyat Papua yang meninggal dalam 15 kali rentetan operasi militer dalam skala besar. Kemudian dalam 4 tahun terakhir operasi militer terjadi di beberapa daerah. 2019-2020 Operasi Militer pecah di Nduga. Selanjutnya di Puncak Jaya, Intan Jaya, Yahukimo, Kiriwok, dan di Aifat, Sorong. Operasi militer tersebut berdampak banyak kerugian dan kehilangan bagi warga sipil: Pengungsian, Teror, Pelanggaran HAM, kehilangan rumah, ternak, kebun serta harta benda lainya. Ditengah situasi kornis, pembetasan akses jurnalis Internasional pun masih terus dilakukan. Papua merupakan pulau angka kematiannya paling tinggi, salah satu penyebabnya adalah mati karena dibunuh oleh aparat Militer/(TNI-Polri). Kematian dalam jumlah yang banyak juga diakibatkan karena, selain gisi buruk, sakit penyakit, tabrak lari, rentetan musim kelaparan dan lain sebagainya.

Enam, Pemekaran Daerah Operasi Baru (DOM) hanya akan diuntungkan bagi pemodal. Sebab pemekaran merupakan salah satu syarat bagi pemodal di Papua. Misalnya, pembangunan jalan, infrastruktur kota serta aset vital lainnya seperti pembangunan pelabuhan, bandara Udara, jalan trans, pembukaan dusun-dusun yang dianggap daerah terisolasi. Syarat-syarat ini sangat dibutuhkan guna mendukung percepatan proses angkut barang mentah di Papua untuk memajukan proses produksi barang jadi milik Kapital Internasional. Dalam sejarah rakyat Papua akses modal terutama Freeport Mc Moran menjadi semangat pencaplokan Papua ke dalam NKRI secara Paksa. Peristiwa Pemaksaan ini menjadi akar masalah sejarah masa lalu bagi orang Papua.

Akar masalah inilah yang mesti diselesaikan. Perpanjangan Otsus Papua Jilid II dan Pemekaran Provinsi (DOB) tidak akan pernah menyelesaikan seluruh persoalan rakyat Papua.

Maka dari itu kami mahasiswa Papua NTT menolak dengan tegas DOB, OTSUS II dan segera meluruskan fakta sejara yang pernah teradi pasca 1961-1969.

Rabu, 20 April 2022

Chomsky Untuk Papua

Foto : Noam Chomsky


Oleh : Taufiq Sobari 

Sejak Indonesia melakukan invasi dan memulai penjajahan di Timor Leste, Noam Chomsky lantang menentang kebijakan Amerika dan Australia yang mendukung "integrasi" Timor Leste. Kritik dan kecamannya menjadikan Chomsky masuk dalam daftar musuh Presiden Richard Nixon.


Chomsky pun terlibat menyuarakan Papua, bersama para akademisi ia menulis surat terbuka:


"Kami para akademisi dari seluruh dunia sangat prihatin dengan maraknya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia di Papua Barat.


Sejak 1969, tentara Indonesia secara rutin menembaki demonstrasi tanpa kekerasan, membakar desa-desa, dan menyiksa para aktivis sipil dan pengamat.


Meskipun secara rutin dilarang dari provinsi, pengamat independen seperti Human Rights Watch, Amnesty International dan Tapol semuanya telah mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia yang parah dan endemik oleh Indonesia di seluruh Papua Barat. Pasukan khusus Indonesia dan unit kontra-terorisme seperti Kopassus dan Detasemen 88 – dilatih oleh negara-negara Barat – terlibat dalam pemukulan, pembunuhan ekstra yudisial dan pembunuhan massal.


Kehadiran militer yang begitu besar, dikombinasikan dengan rasisme dan diskriminasi ekonomi struktural terhadap penduduk asli Papua, hanya dapat mengakibatkan konflik dan pelecehan.


Oleh karena itu kami menyerukan kepada pemerintah Indonesia dan pemerintah kita sendiri untuk mengambil tindakan segera dan efektif untuk memastikan bahwa:


Militer Indonesia dengan cepat menarik diri dari Papua Barat dan bahwa Indonesia mendemiliterisasi wilayah tersebut sebagai langkah pertama menuju penyelesaian konflik secara damai;


Indonesia membebaskan tahanan politik dan mengizinkan media internasional, LSM dan pengamat ke Papua Barat;


Komunitas internasional mengambil sikap tegas terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat dan menyerukan Indonesia untuk menghormati Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, di mana Indonesia adalah salah satu pihak.


Pelatihan militer dan polisi dan ekspor senjata untuk Indonesia dihentikan sampai pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat berhenti, termasuk Australia, Amerika, Inggris, Kanada, Belanda, Selandia Baru, pelatihan dan pendanaan unit kontra-terorisme kepolisian Indonesia, Detasemen 88, di Pusat Kerjasama Penegakan Hukum Jakarta."

Senin, 18 April 2022

Hari Buruh Internasional Dan Aneksasi Bangsa West Papua

Foto : Bendera Bintang Kejora

Oleh : RK

May Day atau hari Buruh jatuh pada tgl 1 may diperingati diberbagai negara, semenjak ratusan tahun yang lalu dalam berbagai bentuk seperti mogok kerja panggung orasi dan lain sebagainya. Peristiwa bersejarah ini tidak terjadi begitu saja melainkan diperjuangkan oleh berbagai kalangan umat manusia atau hasil pemberontakan buruh di Chicago Amerika Serikat yang melibatkan lebih dari 300.000 kaum buruh pada tahun 1886. Aksi tersebut tidak berjalan mulus, terjadi bentrokan yang melukai serta menewaskan ratusan hingga ribuan massa buruh. Sebagian dari mereka lalu ditangkap dan dihukum penjara. Untuk mengenang peristiwa itu, Internasionale ke II di Paris 1889 menetapkan 1 Mei sebagai hari buruh internasional.


Di Indonesia, Peringatan hari buruh atau May Day pertama kali diperingati pada tahun 1920, Indonesia tercatat sebagai negara Asia pertama yang merayakan 1 Mei sebagai hari buruh sedunia. Kemudian melalui UU Kerja No. 12 Tahun 1948, pada pasal 15 ayat 2, dinyatakan bahwa “Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban kerja.” Berdasarkan peraturan tersebut, kaum buruh di Indonesia, selalu memperingati May Day setiap tahunnya.


Selain memperingati May Day sebagai hari buruh internasional, di indonesia sendiri khususnya rakyat Papua ada pulah diperingati sebagai hari Aneksasi Bangsa West Papua.


Hari aneksasi yang diperingati pada 1 May setiap tahunnya, merupakan peringatan bagi rakyat west papua. Pada beberapa tahun yang lalu merupakan sejarah Aneksasi bangsa west papua oleh Indonesia yang mana bangsa west papua dipaksa masuk dalam bagian dari bingkai NKRI-indonesia.


Setelah dianeksasi perjuangan untuk menuntut kembali Hak sebagai negara yang merdeka selalu dilakukan. Perjuangan rakyat papua sudah lama dilakukan untuk menuntut hak menentukan nasib sendiri. Perjuangan pembebasan itu dilakukan oleh berbagai kalangan baik masyarakat asli papau maupun umat manusia yang sadar akan penjajahan kolonial indonesia terhadap bangsa west papua. Namun tidak diindahkan , padahal berdasarkan UUD 1945 alinea pertama mengatakan bahwa "sesunggunya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan". Namun pembukaan UUD ini hanya tertulis dikertas kosong tapi tidak diimplementasikan malah dikhianati.

Dari hal penjelasan singkat diatas patut dikatakan bahwa negara Indonesia dibawah naungan kapitalisme-imperialisme tidak patuh terhadap UUD 1945.


Perjuangan rakyat papua sudah jauh lama untuk menjadi negara yang Merdeka semenjak penjajahan kolonial belanda. Perjuangan menjadi negara yang merdeka berhasil jatuh pada 1 Desember 1961 rakyat west papua mendeklarasikan kemerdekaannya, namun kemerdekaan itu tidak berumur panjang dikarenakan bangsa indonesia hadir sebagai penjajah baru melalui perintah soekarno yang dikenal perintah Tiga komando rakyat (TRIKORA). Hal ini merupakan upaya penguasaan alam atau perampasan kekayaan alam bangsa west papua dengan berbagai alasan seperti papua adalah bentukan negara boneka.


Dalam perjuangan rakyat untuk menuntut hak sebagai negara yang merdeka banyak terjadinya pelanggaran Ham yang dilakukan oleh pihak TNI/POLRI baik itu intimidasi, pembubaran paksa masa aksi, penangkapan dan bahkan menembakan. Tindakan ini melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan juga UUD 1945 pasal 28 E dan turunannya UU nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum.  


Berdasarkan data yang ada sudah banyak terjadi pelanggaran Ham baik dari Kasus Biak Berdarah, Warior berdarah, Kasus Wamena Berdarah, Kasus Universitas Cenderawasih Jayapura, Kasus Paniai Berdarah dan masih banyak pelanggaran lainnya.

Di tahun 2021/2022 pelanggaran HAM terus terjadi hingga mencapai 480 yang dimana kebanyakan berkaitan dengan kerja-kerja pihak kepolisian.  


Usaha bangsa kolonial indonesia untuk meredam perlawanan berbarenga dengan masuknya perusahan-perusahan nasional yang terus melakukan eksploitasi alam di tanah papua, baik dilakukan itu melalui Otsus berjilid-jilid maupun daerah otonomi baru (DOB). Hal ini tidak terlepas dari usaha memecah belahkan rakyat papua dan juga akan masifnya pengiriman militer dikarenakan akan adanya pembangunan pos-pos militer disetiap daerah baru. 


Pemekaran daerah dan provinsi di Papua tidak lepas dari hadirnya Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua tahun 2001 yang juga mengatur pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB). Dibalik itu semua tidak terlepas dari kepentingan kelas penguasa baik itu kapitalis global maupun nasional. 

Kepentingan utama dari kelas penguasa ialah sumber daya alam di tanah papua.

Jumat, 15 April 2022

MEMAHAMI YESUS DARI MAHATMA GANHDI

Foto: Atas Yesus dan Bawah Gandhi


Oleh : Nuelft24

(Refleksi Paska Tahun 2017 Yang Up Date Kembali di Paska Tahun 2022)


Gandi adalah tokoh bangsa india yang mengikuti jejak Yesus mewartakan cinta kasih dgn berpegang pada keadilan *"satya graha"*. Menariknya Gandi berkeyakinan Hindu, namun menginspirasi Yesus dan metode pengajarannya..


Pada zaman itu, Gandhi tau bahwa sistem feodalisme sangat berpengaruh di Romawi. 

Galilea yang dipimpin oleh Pontius Pilatus dan Yudea yang dipimpin oleh Herodes. Kedua daerah ini dikendalikan oleh raja Romawi Caesar Agust. Sistem feodalisme adalah sebuah sistem yang dikendalikan oleh raja-raja yang menguasai semua lahan-lahan. 


Sistem feodalisme ini yang membuat angka kemiskinan dan kelaparan di Romawi, termasuk kedua daerah Galilea dan Yudea. 


Dengan Menggunakan metode Yesus, Gandi mampu mengajak seluruh bangsa india dari setiap kelas dalam masyarakat untuk bersatu melepaskan jabatan pemerintah Inggris selanjutnya kerja mandiri buat pakaian dari kapas india, pelihara hewan dan berkebun dan akhirnya beliau bersama2 bangsa india pergi ke pingir pantai untuk membuat garam secara mandiri....


Alhasil ekonomi Inggris menurun dan Gandi diminta bertemu dgn Gubernur Jenderal Inggris untuk berdialog. "Gandi hanya mengatakan bahwa Bangsa India ingin bebas dari penjajahan Inggris".


Ditengah ekonomi Inggris yang anjlok Gubernur Jenderal Inggris memenuhi permintaan Gandi dan akhirnya Bangsa india merdeka....


Gandi kemudian menunjukan sosok dialah "reinkarnasi Yesus bagi bangsa india dari keyakinan hindu" dengan menentukan dirinya sebagai Bapak Bangsa India bukan sebagai Presiden atau Perdana Mentri karena perjuangan Yesus semasa hidupnya untuk menghancurkan sekat perbedaan dalam masyarakat israel yg terbangun dari feodalisme Yahudi dan Kerajaan Romawi kuno yang telah mengisap dan menjajah masyarakat miskin dan marjinal di Israel.


Kematian Yesus menjadi gerbang hancurnya kelas sosial di Israel dan melalui kematiannya manusia di dunia mulai menghitung kalender ditahun ke 31 (setelah Yesus dibunuh). Selanjutnya kematian-Nya merupakan babak baru dunia hidup dalam "cinta kasih antara sesama manusia tanpa perbedaan" sesuai ajaran Yesus.


Menariknya adalah kematian-Nya tidak menjadikan-Nya sebagai Raja di dunia namun Dia menjadi Raja di Surga yang tidak dapat dilihat oleh siapapun... 


Mungkin Gandi memilih sebagai bapak Bangsa India karena Yesus tidak menjadi Raja Bagi Umat Kristen di Dunia (Kristen adalah Pengikut Kristus, agama yg dibuat oleh para pengikut Yesus Kristus).


Ada pesan menarik dari Yesus yg menjadi inspirasi pejuang kemanusian di dunia adalah : 


"Yesus datang untuk membebaskan kaum yang tertawan dan membebaskan terhina untuk memberikan penglihatan bagi yang buta". 


Bagi yg mau ikuti jalan-Nya ditegaskan bahwa : 


"Orang yg bekerja bagi kerajaan Allah harus menyangkal keluarganya". 


Semua inspirasi Yesus dijalan oleh Gandi sebagai landasan perjuangan satyagrahanya yg telah membebaskan Bangsa India dari penjajahan Inggris.


Selamat Paskah

Moga teladan Yesus mengispirasikan siapapun yang sedang memperjuangkan kebenaran demi membangun cinta kasih antara sesama manusia di bumi ini...


"Mari Imani Yesus Untuk Menjalankan Teladan-Nya"