1. TRANSNASIONAL.
Seorang aktivis kiri dari keluarga imigran Yahudi-Polandia di London, Carmel Brinkman, menghadiri konperensi mahasiswa di Praha pada 1945. Berjumpa aktivis kiri dari Indonesia, Suwondo Budiardjo, sejak itu Carmel mengikuti suaminya kembali ke Indonesia pada 1952. Keduanya dikejutkan oleh Peristiwa 1965 dan pembantaian yg terjadi. Riwayat ini membuat Carmel berkembang teguh menjadi aktivis transnasional yg membongkar kejahatan Orde Baru dan memperjuangkan hak-hak-asasi manusia para korban Orde Baru dan penerusnya.
2. MEMENUHI JANJI
Ditahan Orde Baru selama tiga tahun (1968-1971) di tengah para tahanan politik perempuan lainnya, Carmel berhasil diselamatkan oleh Amnesty Internasional yang membawanya berserta keluarganya kembali ke London. Sebelum dilepas dari tahanan, Carmel sempat ragu-ragu, tetapi para tapol perempuan senasibnya mendesak agar dia ‘pergi, pergi, dan berjuanglah untuk kami!’ Dia menyanggupinya dan sejak itu sepanjang hidupnya di London dia memenuhi janjinya dengan teguh dan konsekwen.
3. TIMOR TIMUR
Carmel mendirikan organisasi kecil HAM TAPOL di London, dengan bulletin yg terbit teratur. TAPOL barangkali bukan aksi pertama di Eropa yg membela hak hak Timor Timur (yg pertama di Swedia), tapi TAPOL-lah yg paling intensif dan selengkap mungkin mengungkap kejahatan Orde Baru - invasi, perang, pendudukan dan pemerintahan penjajahannya Soeharto - di Timor Timur. Informasi, lobby dan kampanyenya membuka mata Eropa. Kegiatan Carmel, bersama Liem Soei Liong, ini sangat membantu media dan wawasan HAM di dunia. Beberapa kali sepanjang tahun 1980an bertemu di Belanda, pada 1999 Carmel mengundang saya ke Dublin, Irlandia, Maret 1999, untuk berbicara tentang prolog menjelang Jajak Pendapat di Timor Timur. Kali terakhir saya bertemu Carmel adalah di Dili pada 2009 saat Carmel – bersama a.l. Ibu Ade - menerima medali kehormatan Timor Leste, salah satu dari segelintir pertama yg memperoleh penghargaan tertinggi. Berkat TAPOL, kini ada dokumentasi arsip tentang ulah Orde Baru di Timor Leste, salahsatu yg terlengkap, yg tersimpan di London dan di Lisabon, Portugal.
4. ACEH dan PAPUA
Carmel, dengan TAPOLnya, tak berhenti pada Orde Baru dan Timor Leste. Kerja tulis, penerjemahan, kampanye, lobby dan demo dan aksi-aksi menentang pelanggaran HAM di Indonesia, juga khususnya di Aceh dan Papua, serta sejumlah kelanjutannya di masa pasca-Reformasi, termasuk Genosida 1965-1966-1968, dicermatinya. Penindasan kemanusiaan tsb harus diakhiri. Dia berharap, begitu pernah dia katakan, suatu hari TAPOL dan kegiatannya tak perlu ada lagi. Carmel, aktivis luar biasa untuk negeri-negeri di Nusantara ini, dengan demikian, telah sepenuhnya menjadi aktivis transnasional demi kemanusiaan.
Terima kasih Carmel Budiardjo, pejuang HAM tak kenal lelah. Selamat jalan, beristirahatlah kini dalam kedamaian.
0 Post a Comment:
Posting Komentar